Ternyata yang dibilang otak sungsang oleh Tenaga Ahli Utama KSP Ali Muhtar Ngabalin tak hanya Profesor Faizal Basri, tapi juga Busro Mukodas. Ucapan lantang Ngabalin terjadi sebagai balasan ucapan ketua bidang hukum dan HAM PP Muhammadiyah itu yang menyebut KPK tamat di tangan Jokowi. Itu merupakan sebuah koreksi terhadap rangkaian pelemahan KPK pasca revisi UU KPK tahun 2019. Klimalsnya penonaktifan 75 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos uji alih status dari pegawai KPK menjadi ASN.
Mukodas mengritik pencopotan itu tidak adil dan mengingkari kesepaktan yang ada. Selain itu ada keputusan MK yang menyebut alih status itu jangan merugikan pegawai KPK.
Djohan Budi mantan jubir KPK berpendapat, alih status itu seharusnya hanya merupakan proses administrasi bukan uji kompetensi.
Untuk diketahui ketika masuk menjadi pegawai KPK, mereka sudah melalui testing yang ketat dan berat. Lebih berat dari testing menjadi ASN. Menurut mantan penasihat KPK Abdulah Likumahua, ketika KPK membuka lowongan untuk 100 orang saja yang daftar ada 27 ribu. Itu pun yang lulus hanya 83 orang saja. Memang terasa tidak adil kalau harus diuji lagi, dan yang tak lulus dinonaktifkan.
Tidak jelas memang ada perintah menanggapi Busro atau niat sendiri Ngabalin menanggapi kritik Busro. Cuma sayangnya jawabannya bukan data atau argumentasi, namun serangan kepada pribadi dengan ucapan otak sungsang.
Pasti saja stigma itu mendapat reaksi keras dari pihak Muhammadiyah. Bagaimana pun Busro adalah kader senior dan andalan organisasi Islam besar itu. Ia salah seorang Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah. Pengalaman organisasi juga mapan dan mumpuni. Ia pernah jadi Ketua Komisi Yudisial, wakil ketua dan kemudian ketua KPK.
Kemarahan Muhamadiyah bisa ditangkap dari ancaman ketua LBH Muhammadiyah Guproni. Ia mengancam akan mempolisikan Muhtar Ngabalin.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, mulut "biadab" Ngabalin itu merusak nama baik dan kesantunan Presiden Jokowi. Karena itu Ketua Pengurus Wilayah Muhamadiyah Yogyakarta Sunanto meminta Presiden Jokowi mengontrol mulut KSP yang satu itu.
"Kebiadaban" Ngabalin ternyata tak sebatas pada kasus pencopotan 75 pegawai KPK, dengan Busro Muqodas dan Profesor Faizal Basri saja, politikus Golkar yang hobby pakai sorban kaya kiyai itu juga sering terlibat debat keras dengan banyak orang. Mulut kasarnya pernah ia suguhkan dalam debat dangan Fachri Hamzah, Fadli Zon, Rocky Gerung dan lain-lain.
Saya berpikir mungkin gak salah-salah amat teman FB saya si Raditya menyebut Ngabalin memang "nyebelin". Apa iya yah ?
"Kiyai" Ngabalin mungkin lupa bahwa hidup yang baik itu, agar tidak "nyebelin", harus memadu keseimbangan antara "otak dan ethik".- ***