Lihat ke Halaman Asli

dedi s. asikin

hobi menulis

"Serang Bincurang" Trik Melemahkan KPK

Diperbarui: 14 Mei 2021   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ibarat pinandita tua yang bangun dari pertapaan, tiba-tiba Prof. Emil Salim muncul ke permukaan. Ke tengah jagat raya yang sedang gaduh.  Sedang gonjang ganjing mempercakapkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK.

Pak tua mantan "ponggawa" orde baru itu mula-mula mengunggah tanya kenapa penguasa mulai presiden, legislator di parlemen, senator DPD dan MPR kok pada diam ? Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu menyoal sejak upaya revisi UU KPK, gaduh pro kontra kinerja, soal OTT dan segala hal yang indikasinya upaya melemahkan lembaga anti rasuah itu. Termasuk yang terakhir kasus 75 orang pegawai KPK yang tak lolos assesmen alih status pegawai KPK menjadi ASN.

"Diam berarti setuju" kata pak tua.

Beberapa waktu kemudian,  begawan ekonomi itu kembali melempar wacana. Katanya upaya pelemahan KPK itu merupakan strategi politik yang sengaja dibangun oleh penguasa dan para politisi. Ini ada kaitanya dengan anggaran pemilu.

Tahun 2024 kita akan melakukan pemilu akbar. Pemilihan anggota parlemen pusat dan daerah, beberapa pilkada, senator DPD dan sekaligus Pilpres.

Para politisi sudah membayangkan hajat serentak itu perlu duit banyak. Butuh gunung "sudirman". Ketika kantong Menkeu lagi kempes, pertumbuhan ekonomi lambat, apalagi musim pandemi ini, maka harus ada cara lain mendapatkan fullus dengan mulus.

Salah satu jalan pintas adalah korupsi, manipulasi dan penyalahgunaan wewenang. Karena itu menurut Profesor Emil, KPK harus dilemahkan. Ibarat Hansip yang jaga dicekok obat tidur dulu. Setidaknya dikacaukan konsentrasi kerja para ponggawa KPK itu. Diadudombakan secara  internal.

Dalam keadaan begitu maka korupsi  akan berjalan aman. Dana untuk hajat akbar pun akan terpenuhi dengan mudah.

Jujur mulanya, saya sedikit berkerut merenungi analisa dan olah fikir pak tua itu. Saya rasa ini analisa terlalu dalam. Bahkan sedikit spekulatif. Malah mendekati buruk sangka. Tapi setelah saya resapi lagi, analisa itu sebenarnya  memenuhi azas logika dan rasio.

Pak tua terlalu cerdas memahami isi otak dan perut para politisi kita. Kalah saya dibuatnya.

Kalau dalam permainan sepak bola ini namanya  taktik "serang bincurang". Patahkan kaki lawan dulu. Baru tembak "goollll".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline