Gonjang ganjing soal vaksin masih trending. Banyak yang khawatir karena takut efek samping. Apalagi ada kabar seorang dokter di Palembang meninggal sehari setelah menjalani suntik virus yang sudah dilemahkan itu.
Tapi hal itu segera disanggah Satgas Nasional Penaggulangan Covid-19. Menurut jubir Satgas dr. Nadia Tarmizipula dr di Palembang itu meninggal di dalam mobil, karena kekurangan oxigen dan lemah jantung.
Kemudian ada pula orang yang sudah divaksin ternyata masih terpapar virus. Hal demikian dialami antara lain bupati dan wakil bupati Ciamis.
Tapi teman-teman wartawan lansia di Bandung terdengar antusias menjalani program itu. Yang saya dengar tak ada efek samping yang berarti. Paling-paling panas sebentar atau ngantuk yang juga sebentar doangan.
Sesungguhnya menurut Profesor Steven Evan, epidemilog dari London School of Hygiene and Trofical Medicine, semua vaksin memiliki efek samping. Hanya saja tingkatannya berbeda.
Tergantung kondisi tubuh atau kadar imunitas vaksin yang disuntikkan. Intinya, semakin parah efek sampingnya itu menandakan semakin kuat kadar imunitasnya. Jangan pernah berharap ada vaksin yang 100 persen aman tanpa gejala apa-apa.
Vaksinasi yang sedang berjalan merupakan lapis ke tiga dari upaya pemerintah menanggulangi virus corona.
Pemerintah sudah menyiapkan dana sekitar Rp. 54 trilyun untuk membeli vaksin dan menggratiskannya kepada masyarakat.
Menurut wakil Mentri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, ada 185 juta orang yang harus menjalani vaksinasi. Jumlah itu 70 % dari jumlah penduduk sesuai dengan stsndar WHO.
Untuk kemantapan setiap orang diharuskan menjalani 2 x penyuntikan dalam interval 14 hari. Vaksin itu baru akan bekerja dalam waktu 4 pekan setelah disuntikkan.
Jadi untuk memvaksin 185 orang itu, pemerintah harus menyediakan 370 juta dosis. Kata Wamenkes, ditambah untuk cadangan akan dibeli 420 juta dosis.