Lihat ke Halaman Asli

dedi s. asikin

hobi menulis

Banyak ASN Langgar Netralitas

Diperbarui: 24 Februari 2021   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rasanya wanti-wanti perlu disampaikan lagi kepada para ASN. Sungguh-sungguhlah menjaga netralitas dalam pemilu/pilkada. Jangan kena bujuk rayu. Jangan juga takut copot jabatan jika yang ajak sepongkol itu seorang petahana yang nyalon kembali.

Menurut data di Ditjen Otonomi Daerah Depdagri sampai 2019 lebih dari satu juta ASN kena semprit. Terbanyak di instansi daerah. Hukuman itu diberikan sesuai PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS. Berbagai tingkatan hukuman mulai Surat Teguran sampai pemecatan. Telah ada 219 orang yang diberhentikan tidak dengan hormat.

Selain jenis hukuman normatif sesuai dengan PP tersebut, ternyata ada pula hukuman sosial. Ada pengalaman seorang ASN yang mengalami hukuman yang tampaknya cuma berlandaskan dendam politik.

Pegawai itu tamatan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Sepuluh tahun lalu, ia terbius bujukan pejabat yang ingin mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Selain atasan, kebetulan pula sang calon adalah kakak kelas di kampusnya. Ada kompleksitas hubungan ketika dia memutuskan mendukung calon itu.

Ternyata sang jago kalah tanding. Sialnya lagi, yang terjadi kemudia dia mendapat hukuman Sosial dari wali kota terpilih. Selama 10 tahun, ia nyungsep pada eselon 3b tak pernah naik eselon. Terakhir ia sempat menjabat Sekretaris Camat (eselon 3b). Jadi camat saja dia tak sempat, meskipun menurut Rudini, Mendagri waktu itu sekitar tahun 1990, STPDN itu sekolah camat. Beberapa kali diusulkan naik eselon selalu mental di meja wali kota selaku Pejabat Pembina Kepegawain (PPK).

Setahun lalu ia ikut seleksi jabatan untuk eselon 2. Panitia Seleksi telah memutuskan ia berada diurutan pertama. Sesuai dengan ketentuan pansel menyerahkan tiga besar kepada wali kota sebagai PPK. Sesuai ketentuan pula, PPK punya hak prerogratif untuk menunjuk seorang diantara ketiganya. Tak mesti rangking satu. Suka suka beliau saja. Jadi bisa terjadi subyektivitas. Seperti sudah diperkirakan yang diangkat menjadi pejabat eselon 2 itu rangking ke dua.

Sekali lagi dia harus kembali mengurut dada. Obat paling mujarab tiada lain hanya keesabaran diri. Makanya, sekali lagi, para ASN matang-matanglah berhitung sebelum mengikuti buai rayu atau ancaman sekalipun untuk melanggar batas netralitas.- ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline