Bagi orang orang tertentu, rupanya sekolah bukan satu satunya jalan menuju kemajuan. Bagi mereka yang mungkin tidak banyak jumlahnya itu, takdir dan garis hidup lebih menentukan. Salah satu manusia pilihan itu adalah Adam Malik. Putra pak Malik Batubara itu sekolahnya tidak sampai lulus SR.
Ketika kelas II di Sekolah Rakyat (HIS), ia keluar. Lalu pindah belajar di madrasaah Diniyah Tawalib Parabek Bukit Tinggi. Juga tak betah lama. Ia pun hengkang dan kembali ke kampung halaman di Pematang Siantar. Di "lembur" dia membantu orang tuanya berdagang. Tapi jiwanya bergejolak. Berdagang rupanya tak membuatnya nyaman. Anak muda penyuka film cowboy, baca buku dan fotografer itu, lebih tertarik pada organisasi dan politik. Pada usia 17 tahun, dia sudah dipercaya menjadi Ketua Cabang Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan Medan.
Ketertarikannya pada dunia Politik menjadi pemicu gelora kebangsaan dan patriotismenya. Pematang Siantar dirasa terlalu sempit untuk memvisualisasikan rasa kebangsaannya. Maka pada usia 20 tahun, Adam nekad mengembara ke Jakarta.
Berbekal kepiawaiannya dalam hal tulis menulis, di Jakarta Adam menerjunkan diri ke dalam dunia jurnalistik. Awalnya bersama kawan-kawannya dia mendirikan perusahaan Pers yang diberi nama Antara. Lembaga ini menjadi cakal bakal Adam mendirikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Kantor pertamanya berada di Buiten Tijgerstraat No.38 Noord Batavia. (sekarang Jl. Pinangsia Utara) Jakarta.
Kemudian pindah ke Jl. Pos Utara Jakarta Pusat. Adam sendiri di dalam LKBN Antara mengambil posisi sebagai Wakil Direktur dan Redaktur. Jabatan Direktur ia serahkan kepada Mr Sumanang.
Berbekal peralatan sederhana berupa sebuah meja, mesin tik dan sebuah mesin roneo, mereka bekerja memproduksi bermacam-macam berita dan kemudian menyalurkannya kepada penerbit surat kabar nasional. Pada tahun 1941, Adam mengutus Mr. Sumanang dan Djohan Sahroesah menemui Soegondo Djojopuspito untuk diminta menjadi Direktur Utama LKBN Antara. Sementara itu posisi Adam tetap sebagai Wakil Direktur dan Redaktur.
Rupanya profesi jurnalis bukan impian Adam yang sesungguhnya. Jiwa kebangsaan dan pratriotisnya tetap memanggil untuk ikut berjuang dengan gerakan kemerdekaan membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan. Sambil tetap menjadi wartawan, ia pun bergabung dengan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).
Pada tahun 1944, Adam menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Adam bersama tokoh pemuda lain, Chairul Saleh, Sukarni dan Wikana menjadi pelaku penculikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, Karawang. Di sana para pemuda itu memaksa kedua tokoh bangsa itu untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan gerakan itu menghasilkan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelah peristiwa penculikan itu.
Pagi hari sebelum proklamasi, Adam dan kawan-kawan
menggerakan rakyat untuk berkumpul di sekitar Monas dan Gambir untuk menyaksikan dan mendengarkan proklamasi.
Pasca kemerdekaan, kiprah Adam Malik di panggung politik dan pemerintahan semakin berkibar. Karena kecerdasan dan kepemimpinanya, ia dipercaya untuk memimpin Komite Van Aksi. Ia juga ditunjuk menjadi anggota dan Badan Pekerja KNIP. Berikutnya Adam mendirikan Partai Rakyat dan Partai Murba. Partai ini menjadi kendaraan dia memasuki lembaga legislatif sebagai anggota DPR pasca Pemilu tahun 1955.