Lihat ke Halaman Asli

Memoar Coach Bambang

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Stadion Omiya, Jepang, 28 Agustus 1979. Sudah 32 tahun berlalu, jadi bisa dimaklumi bila Bambang Nurdiansyah, yang kini telah berusia 51 tahun, butuh kerja keras untuk mengingatnya.

Pada hari itu timnas Indonesia bertemu Argentina dalam kancah Piala Dunia U-20 di Jepang. Tim Indonesia menurunkan kekuatan penuh: kiper Endang Tirtana, David Sulaksmono, Pepen Rubianto, Bambang Sunarto, Arief Hidayat, Didik Darmadi, Nus Lengkoan, Tommy Latuperisa, Mundari Karya, Subangkit, dan striker tunggal Bambang Nurdiansyah.

Argentina pun ogah main-main. Menurunkan Si bocah ajaib yang setahun sebelumnya pada Piala Dunia 1978 masih dinilai terlalu muda untuk masuk tim senior, yaitu Diego Maradona. Pemain lainnya adalah kiper Sergio Garcia, Juan Simon, Hugo Alves, Abelardo Carabelli, Ruben Rossi, Osvaldo Eecudero, Juan Barbas, Gabriel Calderon, Osvaldo Rinaldi, dan striker Ramon Diaz.

Bambang masih ingat Stadion penuh sesak. Dalam catatan 15.500 penonton hadir, dan ternyata merupakan jumlah penonton tertinggi sepanjang pertandingan grup. Indonesia bergabung di Grup B bersama Argentina, Yugoslavia serta Polandia, dan laga Indonesia vs Argentina merupakan pertandingan kedua grup.

Bambang masih ingat pula pesan pelatih Soetjipto Soentoro untuk memainkan skema "angin puyuh" dalam menghadapi Argentina. "Sebenarnya itu strategi sederhana. Kami diharuskan menyerang dan bertahan secara bersama-sama," kata Bambang.

Namun, apa yang terjadi? Justru Indonesia yang malah diterjang angin puyuh. Argentina mengoyak gawang Endang lima gol tanpa balas, tiga dari Diaz dan dua lagi dari Maradona. Diaz kemudian pada akhir turnamen menjadi top skorer.

"Saya benar-benar capek, dalam arti capek melihat kita baru sebentar saja memegang bola, lawan sudah merebut lagi dan mencetak gol," kenang Bambang.

Soal Maradona, Bambang hanya bisa berdecak kagum. "Bila dibandingkan dengan Lionel Messi sekarang, maka Maradona itu bermain dengan keindahan, sedangkan Messi dengan kecepatan," katanya.

Kebanggaan

Bambang juga masih ingat berapa saja skor Indonesia pada pertandingan berikutnya. "5-6-5, saya masih ingat karena saya striker dan tidak mencetak gol sebiji pun."

Maksud Bambang, setelah kalah 5-0 dari Argentina lalu Indonesia kembali menelan kekalahan, yaitu 6-0 dari Polandia dan 5-0 dari Yugoslavia. Argentina kemudian menjadi juara setelah mengalahkan Uni Sovyet 3-1 di partai puncak, dan Maradona terpilih sebagai pemain terbaik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline