DISCLAIMER ON
Momentum awal tahun kerap dianalogikan dengan semangat baru, resolusi untuk lebih baik, dan kesejahteraan yang makin meningkat. Hal yang sama juga terasa di pasar modal, sehingga memunculkan istilah January Effect. Istilah ini kerap diasosiaskan dengan tren positif yang terjadi di awal tahun dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Tren January Effect menjadi lanjutan dari Santa Claus Relly yang terjadi pada akhir tahun. Dimana para fund manager melakukan "bersih-bersih" dan "berbenah" atas portofolionya, sehingga laporan akhir tahun menjadi lebih ciamik. Tentu menjadi prestasi dan kebanggaan tersendiri ketika fund manager bisa melaporkan kenaikan portofolio saham yang mereka miliki.
Selain faktor psikologis itu, tren akhir tahun bersamaan dengan waktu libur, menimbulkan mood positif pasar. Belum lagi pergerakan fund manager telah menjadi angin segar yang masih terasa hingga awal Januari. Pertanyaannya, sampai kapankah tren ini akan terus melaju?
Pertanyaan itu saya kira sedang banyak dirasakan oleh para pelaku pasar hingga pekan pertama Januari 2024. Bagaimana tidak, sebab IHSG telah nyaris mencapai level tertinggi sebelumnya dan bila tercapai, IHSG berpotensi meraih level tertinggi baru atau all time high. Tingginya posisi IHSG di satu sisi menimbulkan optimisme pasar, namun di sisi yang lain sudah menjadi sinyal bahwa laju IHSG bisa saja berbalik arah. Lantas dimanakah rentang resistance yang bisa dicapai oleh IHSG?
Berdasarkan analisis penulis, rentang resistance IHSG berada pada kisaran 7437 - 7377. Angka ini terlihat dari tren titik puncak yang terjadi sebelumnya (7377) dan atas asumsi pergerakan tren harga. Tingginya IHSG menjadi warning bagi pelaku pasar untuk lebih barhati-hati, mengingat risiko yang semakin meningkat. Bagi para fundamentalis, tentu momentum saat ini, bukan saat yang baik untuk masuk. Fundamentalis harus bisa lebih sabar untuk menunggu IHSG turun sejenak atau dengan kata lain tensi yang ada di IHSG bisa agak menurun.
Atmosfir IHSG memang diwarnai hawa positif. Dari dalam negeri, tahun politik memberi sentimen akan meningkatnya daya beli. Hal itu seiring dengan potensi bertambahnya perputaran uang di masyarakat. Tidak dipungkiri memang, kebijakan pemerintah yang populis, terasa pada tahun pemilu. Seperti misalnya bantuan sosial (bansos), atau bantuan "uang lain" yang menjadi pemulus jalan para caleg. Tidak dipungkiri memang hal tersebut masih ada di lapangan. Sehingga daya beli menjadi meningkat.
Sementara dari sisi global, pasar cenderung panas atas tensi timur tengah yang berpotensi membuat harga komoditas bergejolak. Terutama komoditas minyak dan emas. Selain itu, ada kecenderungan pasar yang menilai The Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga acuan.
Sentimen ini juga dinilai memberi angin seger bagi pasar untuk melaju. Pada Jumat (5/1/2023), pasar juga tengah menanti data pengangguan dan non-farm payrolls Amerika Serikat. Tingkat pengangguran di AS pada November 2023, diperkirakan naik dari 3,7% menjadi 3,8%. Belum lagi Indeks Manager Pembelian (PMI) manufaktur Amerika Serikat yang mengalami kontraksi pada Desember atau berada di bawah level 50, tepatnya 47,9.