Lihat ke Halaman Asli

Desy Dian Yustisia

Ibu Rumah tangga yang senang menulis

Hujan dan Puisiku

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Aku benci hujan! Selalu saja datang ketika aku membutuhkan hangat matahari, juga memaksaku mengenang lelaki hujan dari dusun rintik."

Pagi; sekumpulan bening itu beramai-ramai jatuh dan melepaskan diri dari langit kelabu. Bernyanyi lagu sendu mengurung hati pada sebuah ingat yang selalu saja datang menggangu. Secangkir kopi hampir habis, menyisa garis bibir di tepinya, tak ada senyum di sana.

Hati; menopang dagu sembari menghitung detak tersisa, meraba jejak yang hilang satu-satu bersama alphabet yang akhirnya kini tak utuh. Puisi kini hanya tinggal larik. Tanpa rima, tanpa rasa.

Rindu; dalam tidur yang tak tidur, bermalam-malam menghujat puncak malam. Merapal kata menghembuskan ke langit, apa? siapa? mengapa? juga kebisuan yang riuh menghentak bernama sepi.

Maaf; kepada sajak sajak yang tak lagi puitis.

Makassar, 03.05.2012.
my blog; www.catatankunangkunang.bahterasyafana.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline