Naratif Literasi: Memiliki Manfaat Luas Bagi Sesama
Kesenangan saya pada dunia literasi tampaknya berawal dari pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua, semasa saya kecil. Sekira usia prasekolah saya sudah diperkenalkan dengan buku--buku-buku ringan tentunya--buku bergambar, majalah anak-anak, dan buku-buku komik sederhana.
Masih saya ingat dulu di antara buku yang sangat berkesan bagi saya adalah serial komik misteri yang tokohnya diambil dari kisah pewayangan, uniknya komik itu disajikan dengan gaya modern. Kisah tentang punakawan, komik Petruk dan Gareng karya Tatang S. Berkesan, karena dulu saking gandrungnya saya sempat mengoleksi serial komik tipis ini, sampai puluhan seri! Mungkin dari sini jugalah pada kesempatan selanjutnya saya senang mengonsumsi kisah-kisah pewayangan, kisah kesatriaan, dan sejarah-budaya tradisi secara umum.
Karena belum bisa membaca, di masa prasekolah ini orang tua juga kerap membacakan dan menjelaskan setiap rincian cerita yang ada. Adapun menjelang masa-masa sekolah SD-SMP saya mulai berkenalan secara intens dengan bacaan-bacaan di luar genre fiksi, bacaan informatif, seperti surat kabar dan majalah mingguan. Lagi-lagi kedua orang tualah yang memperkenalkan saya kedua hal tersebut. Mereka cukup gemar mengonsumsi surat kabar dan majalah, yang secara tidak langsung ikut memengaruhi khazanah literasi saya.
Kemudian, di masa SMA--di mana saya mulai bisa ke sana ke mari secara mandiri--saya kerap mengunjungi toko ATK yang juga menjual buku-buku bacaan, di salah satu wilayah di Kabupaten Kuningan. Masih ingat saya buku pertama yang saya beli di sana adalah buku novel klasik "Pacar Merah Indonesia" karya Matu Mona, novel fiksi semi biografi tentang kehidupan Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka ketika menjadi buangan politik internasional.
Di masa ini saya juga berkawan dengan orang-orang yang senang dengan dunia literasi dan pada kesempatan selanjutnya juga turut memperkenalkan saya dengan salah satu kios buku sederhana nan legendaris di salah satu wilayah di Kabupaten Kuningan. Di sana menjual banyak sekali buku beragam genre, buku pertama yang saya beli di sana adalah novel kedua dari pentalogi novel Gajah Mada "Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut" karya Langit Kresna Hariadi, novelis yang konsen menulis tentang kerajaan Majapahit.
Rangkaian demi rangkaian kehidupan yang mempertebal kesenangan saya pada kegiatan literasi pun kemudian berlanjut sampai pada masa-masa studi di Universitas Kuningan. Di semester pertama di program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kami (maba) sudah diharuskan membaca novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan naskah drama masing-masing + 20 buah, untuk nantinya diceritakan kembali. Gokil. Dari strategi drilling tersebut perlahan tapi pasti kegiatan literasi saya mulai mengalami perkembangan.
Walau terasa sedikit di-press, tetapi momen ketika saling bertukar pengalaman, berdiskusi mengenai bacaan yang sudah dibaca dan mengambil pembelajaran darinya merupakan momen khas yang malah bikin nagih. Terlebih dosen yang menginstruksikan kegiatan tersebut merupakan salah satu tokoh yang cukup inspiratif di lingkungan kampus dan Kabupaten Kuningan umumnya, penggerak literasi yang terkenal "gila baca" dan "gila buku".
Kesenangan saya terhadap literasi pun didukung dengan lingkungan, di mana kawan-kawan saya juga mempunyai "kegilaan" yang sama. Di masa ini saya mulai mempunyai kebiasaan mengoleksi buku, dan mempunyai ritual setiap sebulan sekali berkunjung ke toko buku Gramedia.
Saya juga mempunyai disiplin untuk membaca 2 buku selama 2-3 bulan, buku fiksi dan non fiksi. Kebiasaan saya cukup berjalan dengan baik karena pada masa studi ini--puji syukur--saya mendapatkan beasiswa dari Kemendikbud, jadi setiap semester saya mempunyai spend beberapa rupiah untuk melanggengkan hasrat pada habbit tersebut.