Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Ibu yang Sempurna Tak Cukup Baik tapi Harus Cerdas

Diperbarui: 2 Juni 2016   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dari Ibulah sang anak belajar mengenal dunia, belajar tentang agamanya dan belajar untuk bersikap. Sang anak bagaikana kertas putih yang suci, polos dan belum tahu apa-apa dengan karakter yang masih murni. Sang anaklah yang akan menjadi generasi penerus keluarga dan bangsa sebagai agent pembangunan kelak bagi bangsa kita. Karakter anaklah kelak akan menjadikannya baik atau buruk tergantung bangaimana kita sebagai orang tua yang akan membentuknya.Karena kitalah yang akan mengajarinya bagaimana meneruskan hidup dan tentunya dengan pondasi pengajaran dan budaya yang kita tanamkan kelak.

Namun sebagai orang tua, apalagi di jaman teknologi dan globalisasi yang makin canggih ini, manjadi Ibu tidak cukup hanya berbekal baik/sholehah untuk menjadikannya sosok sempurna di mata anak. Sebaiknya dan seharusnya seorang Ibu sebagai sosok yang paling dekat dan paling dicari sang anak menjadi kunci keberhasilan dan kesuksesan sang anak dalam mengarungi kehidupan kelak, apakah akan menjadi anak baik dan anak harapan atau malah menjadi beban orang tua, beban masyarakat bahkan beban negara. 

Bukanlah hal mudah, menciptakan sosok anak yang memiliki prospek baik ke depannya. Tapi melihat peranannya sebagai tabungan orang tua, untuk masa depan, seorang Ibu tetap memilik beban untuk bisa membekali anak dengan berbagai keterampilan agar anak bisa survive dalam kehidupannya kelak. Bekal agama, bekal pendidikan hingga keterampilan dan penanaman budaya yang baik tentunya bisa mencegah kegagalan dalam mencetak anak sebagai agent pembangunan. Di tangan Ibulah, hal utama ini menjadi fokus perhatian agar anak tetap mendapatkan apa yang menjadi haknya dari Ibu, sebagai sosok terdekatnya.

Pengaruh lingkungan akan memiliki efek perubahan terhadap kepribadian anak-anak kita. Tapi, kita harus senantiasa menanamkan budaya yang baik, sehingga anak kita akan belajar bersikap kritis and realistis.  Jangan bersikap antipati namun harus bijaksana dan mengarahkan anak-anak agar anak kita memiliki pegangan sehingga tidak kehilangan arah nantinya. 

Belajarlah untuk mengupdate kemampuan diri wahai Sang Ibu. Kita harus menguasai perubahan namun tetap berpegangan pada prinsip dan keyakinan kita bahwa anak-anak sebagai asset bangsa, sebagai tabungan kebaikan kita harus senantiasa menjadi prioritas dari perjuangan kita sebagai Ibu. Mencermati banyaknya kejadian akhir-akhir ini dengan peristiwa-peristiwa yang memilukan karena korbannya anak-anak suci kita, sudah sewajarnya sebagai Ibu, sebagai orang tua memiliki kendali dalam memproteksi anak-anak kita agar mereka pun terdidik dari dini bisa menghindar dari ancaman dan marabahaya yang mengancam mereka.

Marilah kita belajar, belajar dan belajar untuk menjadi Ibu yang cerdas bukan hanya cerdas semata, namun bijaksana dan memiliki kemampuan dalam membentuk anak-anak yang cerdas dan memiliki kepekaaan terhadap sesuatu hal yang dirasa akan membahayakan dirinya. Anak adalah asset kita dan bangsa, dari tangan-tangan kitalah mereka diharapkan akan menjadi manusia seutuhnya, bukan anak-anak yang menjadi korban, kehilangan arah malah menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan negara. Prioritaskan anak sebagai sumber cinta kita. Karena tumbuh kembangnya sang anak, berkat cinta dan doa kita sebagai orang terkasihngya, yaitu Ibu.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline