Aku lagu-lagi terbangun, surara bising kendaraan menarik perhatrian telingaku, di lampu merah ini bisa jadi pertanda tidak jauh tempat tujuan ku. Bus ini memang tidak begitu cepat melaju, tempat sempit dan ace yang terlalu menyengat menusuk hidungku, dan pemerintah bertanya kenapa masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi. Satu demi satu banyak yang turun, sebentari lagi waktuku juga tiba. Aku harap waktu itu cepat tiba, sama seperti waktu-waktu yang lainnya.
Awan mendung itu sepertinya bukan jadi berita baik hari ini. Memang hujan itu anugrah, hujan itu membawa berkah, kehidupan dan seterusnya, kemarin hujan membawa banjir dan bencana. Balance, too much thing never good thing.
Di pinggir jalan selalu banyak orang, sayangnya tujuanku ada di sebrang. Pikiranku selalu terbang kemana-mana saat menyebrang, apalagi di luar zebra croos dan jempatan penyebrangan. Tidak ada yang tau musibah apa yang bisa menanti, aku bisa tersandung atau pengemudi hilang kendali, nyawa rapuh ini bisa hilang tanpa disadari.
Menyebrang jalan menyebrang nadi kehidupan. Orang-orang berlalu-lalang dengan tujuan dan kepentingan masing-masing, titik-titik pusat alam semesta berada di dirinya. Sedangkan aku disini berjalan tanpa tau tujuan, berharap di ujung jalan terdapat makna yang membuka mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H