Lihat ke Halaman Asli

DW

Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Secangkir Kopi dan Obrolan Konsumerisme

Diperbarui: 2 Juli 2023   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi konsumerisme yang menguras isi dompet. Foto: shutterstock

Adzan maghrib berkumandang, seperti biasa menjadi momen saya dan anak-anak ke masjid. 
Maghrib kali ini berbeda, suasana masjid lebih ramai hampir 7 shaf terisi, oh ya karena hari ini adalah hari weekend terakhir setelah libur panjang Idul Adha. Tampak beberapa wajah tetangga lama menunggu waktu khomad, dengan anggukan basa-basi ketika mata kami bertemu.

Selesai sholat Maghrib seperti biasa bapak-bapak duduk di samping masjid, kebiasaan ini sudah sering dilakukan sejak masa pandemi, menunggu waktu isya. Bapak-bapak ngumpul ngobrol, anak-anak berlarian di sekitar masjid sambil main sarung-sarungan.

Obrolan pun dibuka dengan sapaan hangat.. "Tumben ada di rumah Pak?", sapa tetangga yang sepertinya memperhatikan kegiatan saya yang sering sekali weekend dinas di luar kota. "Oh iya Pak, biasa kalau long weekend event saya tidak laku", seloroh saya sambil menarik kursi plastik.

"Asyik nih mulai rame lagi, setelah 3 hari banyak tetangga yang staycation di luar kota" timpal tetangga yang jarak rumahnya hanya 3 rumah dari rumah kami. "Para sultan sudah kembali ke basecamp Pak" jawab tetangga ku yang lain.

Ya 3 hari long weekend memang perumahan kami tidak seramai biasanya, banyak tetangga yang pergi, bahkan saat Idul Adha kemarin kami kekurangan tenaga untuk menyembelih dan memotong 12 kambing dan 3 sapi, sampai kami harus terjunkan warga sekitar kompleks untuk membantu kami.

"Wajar pak, kan jarang-jarang dapat long weekend" aku menimpali, berusaha menetralkan keadaan.

Buat para pekerja memang long weekend menjadi semacam oase dari riuhnya rutinitas, terbayang dengan jarak rumah kami yang ada di kabupaten bogor, dan kebanyakan tetangga bekerja di Sudirman, Thamrin, dan Area Perkantoran di Jakarta Pusat memang melelahkan. Minimal butuh 1,5 jam perjalanan yang harus di tempuh, belum lagi berjibaku dengan truk dan angkot yang semaunya di daerah parung, duh kebayang deh tingkat jenuhnya. 

Beruntung saya berkantor masih di daerah Tangerang, jadi rute saya tidak se-ekstrim tetangga yang lain.

"Staycation di Solo Pak? Saya liat status WA Bapak, keren ah" tanya salah seorang bapak yang aku lupa namanya ke tetangga ku yang kebetulan baru saja sampai dari Solo jam 17.00 tadi. 
"Iya pak kebetulan anak-anak belum pernah ke Solo, ya meskipun cuma tidur di hotel dan jalan-jalan di pasar klewer minimal anak-anak sudah pernah ke Solo lah" 

"Pak A malah lebih jauh, ke bromo ya?"
"Wah paket ke bromo sekarang berapa Pak?" tanya dia berusaha mengalihkan topik ke Bapak A.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline