Lihat ke Halaman Asli

DW

Melihat, Mendengar, Merasa dan Mencoba

Pencuri Mimpi

Diperbarui: 29 Oktober 2018   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahukan anda, bahwa tujuh tahun pertama kehidupan kita membentuk lebih dari 90% nilai yang kita yakini.

Nilai-nilai itu didapat dari orangtua, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, pertemanan dan lain-lain. Jika program yang kita terima pada usia tujuh tahun pertama lebih banyak negatif, maka akan mempengaruhi seluruh dimensi kehidupan kita. Inilah yang disebut dengan "golden age" bagi seorang anak. 

Segala bentuk program yang ia terima akan terekam kuat, bukan hanya menjadi memory tetapi menjadi semacam "blue-print" kehidupan. Blue-print ini akan menjadi karang yang kuat dan terus menggerogoti kepercayaan diri seseorang, berbagai penyakit mental hadir, seperti tidak mampu menerima kondisi diri, tidak merasa dirinya berharga, tidak memiliki tujuan yang jelas, dan mudah terpengaruh oleh orang lain. 

Lalu jika sudah seakut ini kondisinya apakah bisa diperbaiki? Saya sangat yakin bisa, tetapi tidak mudah. Terapi yang dilakukan bukan terapi instan, dibutuhkan kesadaran diri, dan keinginan yang berubah yang kuat. Dan yang terpenting harus dibawa keluar dari lingkungan yang negatif.

Jangan Jadi Pencuri Mimpi Anak Kita

Mengapa saya menarik menuliskan ini? Jujur menjadi orang tua adalah pekerjaan yang tidak mudah, bagaimana tidak, kita diberikan amanah dari Allah berupa anak yang lahir dari rahim sang istri, kita dituntut untuk membekali anak kita bukan hanya dengan sandang, pangan, papan saja tetapi juga kita harus membekali mereka dengan landasan ahlak yang kuat. 

Saya jauh dari kata sempurna sebagai orangtua, tetapi saya berusaha memahami apa saja yang harus dilakukan orang tua bagi anaknya, salah satu yang terpenting adalah membangun program positif dipikirannya.

Saya merasakan langsung pengalaman yang kurang baik dari cara orang tua mendidik anaknya, terlebih jika orangtuanya tidak memiliki kedewasaan mental. 

Kebanyakan orangtua yang hidup dilingkungan 'lowbat' (dalam pemahaman saya lowbat berarti kekurangan secara material, ada dilingkungan yang tidak sesuai) lebih banyak meminta anaknya untuk tidak bermimpi yang muluk-muluk.

 Mereka seolah membatasi impian sang anak. Mereka selalu menekankan bahwa orangtua mereka tidak mampu mengantarkan mereka menuju cita-cita yang sang anak inginkan. Mereka melakukan "program pembenaran" sehingga sang anak pun tidak memiliki pilihan. 

Sayangnya ketika anak sudah terdoktrin dengan kalimat negatif dari orangtua, sang anak tidak memiliki kepandaian emosi dalam memilih pergaulan, ia bergaul dengan anak yang kondisinya sama dengan dirinya (atau bahkan lebih buruk), yang seolah semakin membenarkan apa yang terprogram dikepalanya bahwa ada batasan yang ia tidak bisa lewati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline