Tidak hanya saat Ramadan, saya mengingat surah dengan 6 ayat ini. Setiap hari, saya masih lebih lekas ingat surah ini selain Al Fatihah.
Ada beberapa faktor yang membuat saya cukup lekat dengan surah ini.
Faktor pertama, karena surah ini sangat menantang ingatan terkait ketepatan melafalkan ayat ke-3, ke-4, dan ke-5. Biasanya, surah-surah di dalam Alquran sifat repetitifnya ada di akhiran (bisa disebut rima), bukan dalam satu kalimat utuh.
Ini yang dalam proses penghafalan saat masih kecil terasa menantang. Saya tidak hanya ditantang untuk hafal setiap kosakata baru setiap berpindah ayat, tetapi juga mengingat runtutannya.
Menurut saya, keberadaan ayat yang kembali melafalkan ayat sebelumnya seperti melatih saya untuk tidak hanya hafal per ayat, tapi menghafal keseluruhan ayat. Dengan begitu, saya tahu mengapa sebuah ayat dapat berulang dengan persis.
Faktor kedua kemudian muncul karena faktor pertama, yaitu saya menjadi tergugah untuk segera membaca dan mempelajari terjemahannya. Keberadaan ayat yang berulang membuat saya ingin mengetahui latar belakang dari munculnya surah tersebut di Makkah.
Keberadaan ayat yang berulang seperti ingin menekankan sesuatu, agar pesan yang disampaikan dapat dipahami dan melekat. Itu yang membuat saya merasa lebih mudah menangkap garis umum dari surah ini dibandingkan surah lain saat proses penghafalan ayat-ayatnya.
Faktor ketiga juga muncul akibat dari faktor kedua, yaitu saya menjadi lebih merasa punya pemahaman dan tanggung jawab yang segera muncul terkait perbedaan agama yang dianut. Memang, selama sekolah, mayoritas teman saya masih yang beragama mayoritas di Indonesia.
Tetapi, dengan saya lebih cepat mengerti latar belakang surah ini, saya menjadi sering tidak menjadikan perbedaan agama sebagai topik perbincangan negatif alias pergunjingan. Seperti, menyampaikan asumsi terkait kehidupan orang lain yang beragama berbeda tapi tanpa keberadaan orang tersebut.
Memang, kalau ada yang membicarakannya, saya tidak menolak melainkan tetap mendengarnya. Karena, saya baru akan menolak atau menerima setelah menunggu sampai semua hal yang terdengar atau terlihat tuntas tersuguhkan.
Walaupun saya mudah menerima topik perbincangan apa pun termasuk agama, kalau harus menjadi pihak yang memulai pembicaraan dengan topik perbedaan agama, saya berusaha menghindari.