Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Perempuan dalam Teater yang Maskulin

Diperbarui: 15 April 2021   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu pemeran perempuan Teater Osteo. Sumber: Teater Osteo (Dewan Kesenian Malang)

Pengalaman menonton Parade Teater Saling Kunjung Dewan Kesenian Malang (DKM) Jawa Timur pada awal bulan April (1-8) menurut saya sangat menarik. Ini membuat saya merasa bergairah lagi untuk sedikit mengikuti geliat karya teman-teman pelaku teater, khususnya di Malang.

Konsep parade juga memungkinkan saya untuk menemukan pertunjukan yang beragam, termasuk orang-orang baru yang sebelumnya hanya saya dengar namanya. Begitu pula dengan orang-orang yang baru saya dengar namanya lalu dapat langsung melihat orangnya.

Pengalaman ini juga menggiring saya pada satu momen yaitu di hari terakhir parade. Ada dua agenda menarik dalam satu hari, yaitu diskusi "Mau ke Mana Teater Malang?" dan pementasan terakhir yang dipersembahkan Teater Osteo.

Pada diskusi, terdapat satu momen menarik ketika mendengar pernyataan salah satu audiens tentang maskulinitas dalam teater. Memang, di agenda diskusi itu saya juga melihat dominasi kaum lelaki di forum tersebut.

Di meja pembicara, ada 4 orang pembicara yang 3 di antaranya adalah lelaki. Sedikit berimbang, ketika moderator diskusinya adalah perempuan. Akhirnya, ada dua perempuan dan tiga lelaki di meja tersebut.

Poster diskusi teater memperkenalkan pembicaranya. Sumber: Dokumentasi Dewan Kesenian Malang

Sedangkan, di kursi audiens, seingat saya hanya satu atau dua perempuan. Bahkan, satu perempuannya adalah anak kecil, balita. Mereka ada di antara 10 lebih lelaki.

Ini masih berbicara di momen tersebut, belum di momen rangkaian pementasan. Di sana para sutradara pementasan juga didominasi oleh lelaki. Aktor-aktor yang menonjol juga lelaki.

Kecuali pada pementasan Teater Sagaloka. Secara kuantitas lebih banyak perempuan aktor daripada lelaki. Walaupun, jika dilihat secara penokohan, sesosok lelaki masih menjadi tokoh utama--muncul di awal, tengah (bagian krusial), dan akhir.

Pementasan Sagaloka. Sumber: Dokumentasi Deddy Husein S.

Di mana kaum perempuan?

Pertanyaan menggelitik, termasuk ketika seorang perempuan audiens juga membahas itu. Dia ingin teater yang terlihat maskulin juga dapat menjadi lahannya perempuan berteater, termasuk dapat membawa teater berkembang selain berani terus berkarya.

Sebenarnya, harapan ini sudah sedikit langsung dijawab dengan adanya pementasan "Herstory" dari Teater Osteo. Bahkan, secara pribadi saya terkejut dengan konsep pementasannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline