Hari ini Wagituh bilang, "Di antara beribu bintang di langit, hanya satu yang bersinar terang, yaitu kamu. Kamu laksana bintang yang menerangi malamnya hatiku, Waginih." Waginih langsung klepek-klepek menerima ungkapan cinta Wagituh.
Namun nahas, setelah merayakan "anniversary 1 bulan"--menurut unggahan story-liter di akun Wagituh, hubungan pasangan GiGi ini kandas. Penyebabnya, si Wagituh sudah tidak lagi menggombal indah seperti sebulan lalu.
Hari ini Wagituh bilang lagi, "Di antara semua padang rumput yang kulihat, hanya satu yang menguning dan mengering, yaitu kamu. Kamu laksana padang rumput yang kering dan berisik ketika diterpa angin sore. Maaf, Waginih. Sepertinya, aku gagal membuatmu bahagia. Dan, kamu terlalu baik untukku."
Gubrak!
Pembaca mungkin mengira saya sedang mengantuk saat menulis ini, karena tiga paragraf awal seperti tidak sinkron dengan judul. Judulnya berbau politik dan pemerintahan, tapi paragraf pembukanya malah berbau menye-menye. Jadul pula gombalan si Wagituh.
Tenang, saya tidak mengantuk saat menulis ini. Saya justru menganggap tiga paragraf pembuka itu sinkron dengan apa yang sedang terjadi di ranah pemerintahan kita saat ini.
Laksana membaca ocehan si Wagituh, saya membaca berita tentang (lampiran) peraturan presiden terkait legalitas investasi minuman beralkohol alias minuman keras (miras) di Indonesia juga seperti itu.
Misalnya, hari ini keluar berita menyangkut legalitas miras, tetapi beberapa hari kemudian keluar berita yang menyatakan bahwa keputusan itu dicabut.
Kok bisa?
Bisa. Buktinya, itulah yang terjadi.
Berdasarkan dua keputusan yang bertolak belakang antara "hari ini" dan "besok", masyarakat mulai gerah. Ada yang menganggap pemerintah tidak berpendirian, dan ada pula yang menganggap keputusan itu lebih baik, serta mencerminkan bahwa pemerintah insaf.