Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Ayam dan Telur, dari Lawan Menjadi Kawan

Diperbarui: 16 Desember 2020   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menu ayam dan telur. Duh, enak ya! Gambar: Pexels/Quang Anh H Nguyen

Ada sebuah prinsip, bahwa kehidupan tidak pernah statis. Waktu yang menjadi penyebabnya. Waktu pula yang menunjukkan bahwa kehidupan tidak pernah berjalan di tempat.

Lalu, apakah itu berlaku di dalam pola hidup kita (baca: manusia)?

Menurut saya memang demikian. Bahwa, pola hidup kita juga akan terus bergerak, berubah, atau juga berkembang. Dari yang awalnya diasuh orang tua, lalu kita bisa mengatur sendiri, sampai nantinya akan selalu diawasi oleh anak/cucu.

Salah satu bagian dari pola hidup adalah pola makan. Sewaktu kita kecil, pola makan kita diatur oleh orang tua. Ada makanan yang boleh dimakan, ada yang tidak boleh dimakan, bahkan juga diperkenalkan walau kita awalnya tidak mau. Misalnya, Durian.

Saya juga punya contohnya, yaitu dengan evolusi pola makan saya sedari kecil sampai saat ini. Tentu, sebelum saya harus menyerahkan tugas mengelola pola makan saya ke anak dan cucu kelak.

Sewaktu kecil, saya adalah 1 di antara 13 anak--menurut Food Allergy Research and Education--yang memiliki alergi pada makanan tertentu. Tentu, sudah dapat ditebak jika alergi tersebut terjadi saat saya mengonsumsi makanan/minuman yang mengandung alergen.

Alergen biasanya terkandung di dalam makanan/minuman yang kaya protein. Misalnya, makanan laut, susu sapi, kacang-kacangan, hingga topik makanan yang hangat dibahas saat ini; ayam dan telur.

Sebenarnya, saya kurang ingat awal pemicu reaksi alergi terhadap makanan-minuman tersebut. Tetapi, saya ingat bahwa salah satu yang membuat saya harus menghindarinya adalah vitamin DHA yang mengandung sari omega dari ikan laut.

Kebetulan, saat itu merek yang paling dianggap manjur adalah produk tersebut. Tidak seperti sekarang yang sudah banyak pilihan produknya. Akibatnya, saya harus rela untuk tidak mengonsumsi vitamin DHA yang mengandung sari omega dari ikan laut tersebut.

Bagaimana dengan makanan?

Jika merujuk pada halangan sebelumnya, maka sudah pasti saya juga tidak bisa mengonsumsi ikan laut. Namun, pernah juga saya mengonsumsi ikan laut, karena saat itu saya tinggal di daerah yang tidak jauh dari pesisir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline