Membaca judul itu pasti ada yang langsung bergejolak, karena ada yang pro dan ada yang kontra. Mengapa?
Karena, ada juga yang merasa pindah kos itu tidak gampang. Ada yang karena malas memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain, apalagi kalau barangnya tidak cuma pakaian saja.
Misalnya, ada yang punya tv, lemari, keyboard, AC, WiFi router, sepeda, sampai kulkas sekalian. Wah, kok tajir banget!
Meskipun itu hanya ilustrasi, tapi ada juga yang memang seperti itu. Lalu, bagaimana dengan saya? Kalau saya, bukan soal barangnya, tetapi memang malas saja untuk pindah.
Begitu juga kalau sudah merasa betah dan cocok dengan situasi kos tersebut, maka sulit untuk pindah. Bahkan, meski kos-nya sering dikatakan sudah ketinggalan zaman karena tidak ada fasilitas WiFi pun, saya akan berpikir berkali-kali untuk pindah.
Tetapi di sisi lain, saya berpikir kalau pindah kos masih lebih gampang dibandingkan pindah warga negara. Apa saja faktornya?
Pertama, adaptasinya lebih berat. Kita tidak bisa hanya bermodalkan vlog di media sosial yang mengulas atau malah hanya menangkap sekilas keadaan suatu daerah di suatu negara.
Kita harus datang langsung untuk "beruji nyali". Jika tidak demikian, maka mustahil untuk dapat beradaptasi dengan keadaan yang sudah pasti berbeda dengan keadaan di negara asal.
Apakah kita hanya datang untuk menjadi penduduk yang mengakar di apartemen, lalu setiap hari membeli segalanya lewat layanan pesan-antar saja?
Kedua, kita tidak hanya berhenti pada penguasaan bahasa dan budaya yang dimiliki negara tujuan. Setelah kita menguasai, maka kita harus mengetahui ketepatan penggunaannya.
Belum tentu, pada semua momen kita akan bisa menggunakan cara bertutur yang sedemikian rupa--yang kita tahu sebelumnya. Bisa saja berbeda tempat, maka berbeda pula gaya atau penerapannya.