Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

"Kosasih Day" dan Perjalanan Membaca Kembali Komik Karya Anak Bangsa

Diperbarui: 4 April 2020   16:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RA Kosasih disebut sebagai Bapak Komik Indonesia. | Gambar: Indozone.id

Bagi generasi yang mengalami masa anak-anak dan remaja di era 80-an hingga 2000-an, membaca komik selayaknya membuka gadget dan berselam di berbagai platform media sosial. Mengasyikkan!

Setara dengan kegiatan anak muda masa kini, saat itu membaca komik juga perlu curi-curi kesempatan dan harus tanpa sepengetahuan orangtua. Jika sampai ketahuan, komik itu pasti dirampas, dan kita disuruh belajar, atau malah tidur. Sungguh menjengkelkan!

Namun, apalah daya, saat itu komik masih menjadi media hiburan saja, bukan sebagai penggiring masa depan.

Maklum, meski sebenarnya para orangtua kita sadar bahwa hidup butuh hiburan, tetapi mereka ingin anaknya tidak menjadi seniman. Apalagi komikus. Memangnya mau makan apa? Bukankah gaji mereka belum tentu serutin dan pasti seperti pegawai negeri?

Pandangan semacam ini sebenarnya juga berlaku sampai saat ini. Hanya, keberadaan media komunikasi dan informasi yang semakin canggih membuat anak-anak sudah mulai tahu landasan untuk menyelamatkan hobinya dan merubahnya menjadi calon profesi di masa depan.

Ditambah dengan komunikasi serta pembuktian yang dapat dilakukan si anak terhadap hobinya yang ternyata mampu menghasilkan keuntungan. Bukankah manusia selalu mencari itu?

Secara perlahan namun pasti, orientasi pekerjaan di masa kini mulai beragam. Termasuk keberadaan komikus yang semakin banyak. Uniknya, mereka sebagian besar adalah generasi yang tumbuh dan berkembang di masa komik-komik cetak masih menjadi primadona.

Bagaimana tidak, di masa itu, menyisihkan uang saku 1000 rupiah hanya untuk dapat menyewa 1 jilid atau 1 episode komik untuk seminggu sudah sangat menggembirakan. Padahal jika dipikir-pikir sebenarnya kita bisa membacanya sampai selesai hanya dalam sehari di sela-sela kita belajar maupun akan istirahat.

Seiring berjalannya waktu, dunia perkomikan sempat hampir tak ada kabarnya. Memang, stok komik dari Jepang masih ada, namun tidak sepopuler tahun 2000-an.

Bahkan, salah satu bukti nyata yang pernah dialami penulis ketika masih di kampung halaman adalah kios yang awalnya menjadi tempat penyewaan komik cetak, berubah menjadi kios baju, dan berubah lagi menjadi outlet ponsel.

Sejak itu, penulis sudah tidak mendengar kabar tentang komik apalagi jika mendengar produktivitas komikus asal Indonesia. Figur komikus yang diketahui oleh penulis saat itu hanyalah Hasmi. Itu pun tak lepas dari masa kecil penulis yang membaca koleksi komik tersebut dari warisan ibu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline