Seperti yang disetujui oleh mayoritas masyarakat Indonesia, bahwa mudik Lebaran adalah sebuah tradisi turun-temurun. Jika sudah demikian, tak perlu heran jika siapa saja akan melakukannya.
Bahkan, hal ini juga tak memandang agama. Sebab, siapa saja dapat memanfaatkan jeda cukup panjang itu untuk pulang ke kampung halaman dan liburan.
Namun, hal ini sepertinya tak berlaku tahun ini. Alasannya, jelas adalah corona.
Keberadaan corona dari waktu ke waktu di Indonesia bukannya menyusut, malah sebaliknya. Jika melihat data yang tersebar dan tersiarkan secara rutin oleh jubir RI khusus kasus corona, Achmad Yurianto, kita menjadi semakin waspada terhadap corona.
Tetapi, kewaspadaan itu harus ada bukti, alias ada tindakan. Memang akan sarat pengorbanan, namun itu yang harus ditunjukkan demi menghadapi corona secara serius. Salah satunya adalah dengan meniadakan mudik.
Memang, menurut info terkini, imbauan untuk tidak mudik masih dari Pemerintah Daerah (Pemda) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sedangkan dari pihak Presiden RI, Joko Widodo masih belum menginstruksikan larangan mudik (cnbc.com).
"Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta langkah tegas agar masyarakat tak mudik...."--Liputan6.com, 30 Maret 2020.
Meski demikian, pihak pemda yang memang secara zona penyebaran virus sudah berada dalam tahap darurat, mereka akhirnya berupaya mengimbau kepada warganya masing-masing di luar daerah untuk tidak mudik. Bahkan, hal ini sudah disimbolkan oleh Kota Tegal di Jawa Tengah.
Pihak Wali Kota menginstruksikan local lockdown (detik.com) yang ditujukan untuk arus manusianya. Karena memang yang menjadi faktor genting di sini adalah virus corona memanfaatkan interaksi manusia selain pola hidup (kebersihan).
Apa yang dilakukan Tegal dan daerah lainnya tentu sudah secara simbolis menyuarakan bahwa mudik tak akan ada tahun ini. Perlu diingat, Tegal memiliki presentase perantau di daerah ibu kota Jakarta cukup tinggi, dan jika melihat situasi di Jakarta seperti itu maka menghindari adanya arus mudik perlu dilakukan.
Jika pihak pusat tidak segera tanggap, maka pihak daerah harus cekatan. Karena nasib warga setiap daerah sebelum ditanggung negara, tentu akan ditanggung oleh pihak daerah terlebih dahulu. Di sini keputusan Tegal, Jawa Tengah, Jakarta, dan daerah lain, seperti Papua juga perlu diapresiasi.