Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Rezeki Seret, Kini Para Ojol Berjuang Menghindari Cancel

Diperbarui: 31 Maret 2020   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ojek online yang kini mulai fokus melayani beli-antar barang ke rumah customer. | Gambar: Mediakonsumen.com

Beberapa tahun kemarin, ketika layanan jasa jemput-antar online merebak di masyarakat, para pengais rejeki dari bidang yang sama namun konvensional mulai meradang. Bagaimana tidak, ketika jasa jemput-antar online belum muncul saja keberadaan mereka semakin tak digubris, apalagi ketika layanan itu muncul.

Faktor utamanya, karena masyarakat dewasa ini sudah banyak yang memiliki kendaraan pribadi. Sehingga, layanan jasa jemput-antar konvensional seperti becak, ojek motor hingga angkot pun mulai tersisih.

Hanya layanan transportasi jarak jauh yang masih dipilih oleh masyarakat. Meski, pada akhirnya ketika infrastruktur jalan antar kota hingga antar provinsi semakin bagus, opsi untuk berkendara sendiri juga kadang dipilih.

Lalu, bagaimana ketika layanan jemput-antar online muncul?

Ketika aplikasi semacam Grab, Gojek, Uber, dan lainnya lahir--melahirkan ojek online, masyarakat yang sudah gadgetable pun mulai memanfaatkannya. Tentu, faktor kepraktisan menjadi jawaban mainstream-nya.

Ketika anak Anda ingin berangkat ke sekolah, Anda yang bekerja di kantor tidak lagi pusing untuk membagi waktu antara mengantar dan berangkat ke kantor. Begitu pula jika Anda awalnya berniat mempekerjakan seorang sopir pribadi, maka niat itu akan diurungkan karena sudah ada layanan tersebut.

Pada akhirnya popularitas ojek online meningkat. Para ojek offline akhirnya kebingungan. Apalagi tarifnya juga berbeda cukup jauh, padahal jarak tempuhnya sama. Begitu pula dengan layanan angkot. Mereka juga mulai menjadi opsi kedua ketika awalnya mereka menjadi opsi pertama.

Angkot adalah media transportasi dalam kota yang sering diandalkan masyarakat untuk menunjang mobilitas. | Gambar: Kabarkampus.com

Tentu, saat itu angkot menjadi salah satu lahan pekerjaan yang menjanjikan. Apalagi di kawasan luas dan memiliki sendi pekerjaan dan pendidikan yang padat. Misalnya, Malang.

Khusus daerah kota saja, Malang memiliki lebih dari lima universitas. Belum lagi lahan pekerjaan. Di sana ada bisnis perhotelan, apartemen, rumah makan, kafe, warkop, dan lainnya. Ditambah dengan lahan-lahan pemerintahan baik sektor layanan publik/sipil hingga bidang pendidikan tentunya, seperti sekolah.

Jika melihat realitas ini, mobilitas masyarakatnya pasti tinggi. Sehingga, layanan angkot juga bisa menjadi bantuan yang dibutuhkan oleh mereka yang ingin bekerja maupun mencari ilmu. Apalagi tarifnya juga murah, bukan?

Alasan tarif juga menjadi perhitungan tersendiri. Meski di sisi lain kita akan kesulitan menemukan prioritas. Siapa yang tidak ingin diprioritaskan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline