Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Belajar Sukses dari Keberuntungan Aljazair Menjuarai Piala Afrika 2019

Diperbarui: 20 Juli 2019   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perayaan juara di International Kairo Stadium. (Foxsport.co.id)

Tidak ada yang tidak mungkin, itu adalah kalimat yang sering terdengar dan terbaca di tempat-tempat yang beraroma motivasi. Motivasi sering menjadi nilai krusial dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena, kehadirannya dapat menggugah kembali semangat kita untuk bangkit dari keterpurukan atau ketidakberuntungan.

Berbicara soal ketidakberuntungan, kita sudah biasa melihatnya (dan mengalaminya) di dalam praktik kehidupan sehari-hari. Ada yang gagal lolos SBMPTN, tes akademi militer, hingga yang paling parah tentunya adalah gagal naik kelas. Entah kelas di sekolah maupun kelas di ranah pekerjaan/profesi.

Hal ini juga dapat terjadi di bidang sepak bola. Tidak sedikit tim yang sudah berupaya bermain bagus dan terus menciptakan peluang, namun gagal menang. Ada pula yang memiliki sederet pemain berkualitas, namun gagal juara. Situasi yang tentunya sangat tidak diinginkan, namun pada kenyataannya acapkali terjadi.

Tidak hanya di level klub saja, di level timnas pun hal semacam ini dapat terjadi. Paling terbaru adalah final Piala Afrika 2019. Turnamen konfederasi yang digelar di tahun yang sama seperti Piala Amerika (Copa America/Conmebol) dan Piala Emas (Gold Cup/Concacaf) tersebut, sudah menuntaskan partai puncaknya dengan mempertemukan Senegal vs Aljazair (Algeria).

Kemenangan dan kekalahan jelas harus terjadi di laga ini. Begitu pula dengan adanya keberuntungan dan ketidakberuntungan yang menaungi kedua timnas tersebut. Hingga seperti yang kita ketahui, bahwa keberuntungan itu ternyata berpihak pada timnas Aljazair, sedangkan timnas Senegal harus rela menjadi runner-up.

Berbeda dengan final Copa America yang berhasil dimenangkan oleh tim yang mampu tampil lebih efektif dan cukup beruntung. Apalagi jika disandingkan dengan final Piala Dunia Wanita yang di sana justru lebih dekat dengan keniscayaan dibandingkan keberuntungan. Namun, di final Piala Afrika yang tahun ini digelar di negara Mohammed Salah itu justru melahirkan sang juara dengan berdasarkan keberuntungan.

Perayaan kelolosan Aljazair ke final. (Cnnindonesia.com)

Memang ada usaha, itu pasti. Namun dengan sedikit usaha (dibandingkan lawan), Aljazair mampu mengalahkan Senegal dengan modal gol cepat di menit pertama. Semakin terlihat beruntung, ketika gol itu lahir dengan "bantuan" Salif Sane (bek Senegal) yang bermaksud menutup ruang tembak Baghdad Bounedjah. Bola yang sudah dilepaskan striker Al Sadd itu ternyata sulit diprediksi arah jatuhnya, hingga membuat kiper Senegal pun tak berkutik.

Memang, bagi beberapa orang dapat berpikir bahwa mengapa Alfred Gomis tidak bergerak mengejar arah jatuhnya bola. Namun, bagi orang-orang yang pernah merasakan pengalaman bermain sepak bola (meski amatir/tarkam), tentunya dapat memaklumi apa yang dialami oleh kiper Senegal tersebut. Bagaimana?

Perlu diketahui, ketika seseorang bermain sepak bola, maka yang lebih banyak diandalkan dalam beraksi di atas lapangan adalah insting (hasil dari latihan). Yaitu, sudah adanya kebiasaan yang terlatih dan terekam di dalam kepala bagaimana cara seseorang untuk merespon situasi yang ada di lapangan. Apalagi jika itu adalah kiper, maka seorang kiper harus selalu siap untuk merespon secepat mungkin pergerakan bola.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline