Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Semua Sekolah Itu Sama

Diperbarui: 22 Juni 2019   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sekolah. (Victorynews.id)


Siapa yang tidak ingin bersekolah di sekolah favorit, bukan?
Nyaris semua orang memimpikan itu. Namun, hanya sekian dari orang-orang tersebut dapat menggapainya. Lalu, apa yang dirasakan atau dialami oleh orang-orang yang berhasil sekolah favorit?

Tekanan terhadap standar kemampuan akan terus (dan harus) berada di level tertinggi. Jatuh sedikit saja, segalanya dapat ikut jatuh. Maka dari itu bersekolah di sekolah favorit juga memiliki konsekuensi. 

Yaitu, harus menyesuaikan standar kemampuanmu untuk ada di sana. Jika tidak dapat menyesuaikannya, kenapa lanjut? Urungkan niatmu untuk ke sana, edarkan matamu, cari yang lain.

Prinsipnya mirip dengan kamu memilih calon pacar (hehehe). Pasti semua orang juga punya sosok lawan jenis yang diidolakan. Tapi, pada akhirnya teman 'berjuangmu' yang sebenarnya, bukanlah sosok yang diidolakan itu. Betul?

Hal ini juga sama dengan memilih sekolah. Cita-cita bersekolah di sekolah favorit bukanlah hal yang dilarang, tapi ketika jalan menuju ke sana tidak ada, maka pilihlah alternatif. Alternatif ini di setiap hal selalu penting untuk dimiliki. Mengapa?

Ketika kamu punya alternatif, maka, kamu tidak akan mudah jatuh secara telak. Masih ada kemungkinan kamu tertahan, ataupun jika sampai nyungsep, kamu masih mampu melakukan gerakan roll depan. Sehingga, kemungkinan mengalami cedera patang tulang punggung ataupun leher tidak akan terjadi.

Hal ini sama, ketika kamu gagal diterima di sekolah favorit, maka, ada sekolah pilihan kedua, ketiga, dan seterusnya untuk kamu jajaki peluangnya. Lalu, bagaimana dengan kualitas? Bukankah bersekolah di sekolah favorit adalah untuk mengejar kualitas?

Betul sekali!
Sekolah favorit menyediakan wahana luas untuk mengeksplorasi kualitas pendidikan. Namun, hal ini perlu disetarakan dengan tingkat 'kehausanmu' dalam mengejar ilmu pengetahuan. Jika tingkat kehausanmu sangat rendah, lebih baik kamu balik kanan sebelum benar-benar memasuki gerbang sekolah itu.
Mengapa?

Karena, ketika tingkat kehausanmu terhadap ilmu pengetahuan rendah, maka, kamu akan berontak. Secara alamiah, kamu akan melawan apa yang menjadi habitat di sekolah favorit. Untuk itulah kemudian muncul karakter menjadi anak nakal.

Tidak semua anak nakal di sekolah itu berangkat dari kenakalan yang mengakar sejak kecil. Tapi, ada dan bahkan lebih banyak anak-anak nakal di sekolah itu muncul karena adanya shock culture. Anak-anak itu tidak siap untuk menghadapi budaya di sekolah tersebut dan tidak siap pula untuk segera mengikuti budayanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline