Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Semangat Merefleksi Diri Selama Ramadan 2019

Diperbarui: 7 Juni 2019   20:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Refleksi Ramadan. (Artandseek.org)

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Itulah yang membayangi pikiran saya ketika menulis artikel terakhir di event Samberthr atau yang juga disebut Thrkompasiana. Apapun itu namanya, saya kembali mengatakan bahwa event ini menjadi warna baru bagi saya saat menjalani Ramadan tahun 2019 ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya Ramadan tahun ini jika tidak ada kegiatan yang dapat mengisinya. Karena dalam 4 tahun terakhir sejak saya resmi menjadi mahasiswa, nyaris setiap tahun itu pula saya selalu memiliki memori yang tak bisa dilupakan begitu saja.

Penyebabnya tidak lain adalah karena di setiap Ramadan itu selalu berisi kegiatan-kegiatan unik yang kemudian membuat bulan penuh berkah itu tidak hanya menjadi bulan yang tepat untuk menjadi pribadi yang semakin baik. Namun, di bulan itu juga mengiringi perjalanan saya untuk menjadi pribadi yang selalu berupaya keras untuk berkembang. Inilah yang kemudian menjadi keraguan saya ketika saya sedang berada di masa transisi untuk bangkit dari keterpurukan. Saya ragu jika Ramadan tahun ini akan semenarik tahun-tahun sebelumnya.

Memang, tidak semua Ramadan memberikan kesan menarik. Namun, setiap Ramadan itu selalu memberikan kesan yang berarti untuk menggembleng diri saya. Sehingga, sampailah pada 2019 yang saya jumpai dengan sosok yang seperti ini. Saya tidak menyebut saya semakin dewasa. Namun, saya hanya menyebut diri saya terus berupaya untuk selalu berevolusi secara bertahap.

Tentunya berat, namun itulah yang seharusnya saya lakukan. Mumpung kepala batu saya tidak semakin mengeras karena terpojokkan oleh angka (usia) di kalender setiap tahunnya. Karena, itulah yang lebih saya kawatirkan. Sebagai manusia yang tertanamkan ego, maka, akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik.

Salah satu cara untuk mengelola ego saya yang besar adalah dengan terus mencari tantangan baru. Hal-hal baru harus ada di setiap ruas perjalanan hidup saya, mumpung belum terlalu terlambat. Lika-liku yang juga tidak pernah absen dari rute kehidupan pada akhirnya juga mengantarkan saya pada suatu momen yang memperlihatkan diri saya jatuh (lagi) dan nyaris kesulitan untuk mencari pegangan untuk bangkit.
Sungguh berat jika saya mengingatnya kembali, namun itulah yang melatarbelakangi keraguan saya tentang perjalanan saya di Ramadan 2019. Apakah saya akan menikmati perjalanan di kalender yang baru?

Namun, suatu keberuntungan rupanya hadir dan membuat saya dapat mencari 'gerbong' yang tepat untuk dapat saya tempati. Gerbong yang kemudian saya poles menjadi hitam sesuai dengan masa berkabung saya waktu itu. Gerbong itu terus berjalan hingga mengarah ke suatu tempat yang kemudian memberikan kesempatan saya untuk berganti gerbong yang baru. Gerbong yang berwarna kesukaan saya; biru. Walau memang tidak sepekat biru kesukaan saya, namun, saya sudah yakin jika ini akan menjadi perjalanan yang menarik bagi saya.

Singkatnya, selama perjalanan itu saya kemudian menemukan berbagai macam rasa yang dihadirkan ketika ternyata gerbong itu juga mengantarkan saya pada momen Ramadan yang baru. Ramadan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya jika akan seperti ini. Ramadan yang dapat saya isi dengan kegiatan yang sudah saya idamkan sejak lama, yaitu 'write on everyday'.

Menulis selama Ramadan ternyata begitu menarik bagi saya pribadi dan saya juga setuju bahwa dengan keberadaan event di Kompasiana ini, seorang penulis gadungan seperti saya ini dapat secara bertahap menambah sesuatu yang teryakini akan memberikan hasil yang bermanfaat di kemudian hari; kedewasaan.

Kedewasaan dalam menulis dan belajar profesional. Inilah yang dapat saya temukan di Ramadan tahun ini. Suatu hal yang saya cari ketika sempat terpuruk dan ini membuat saya dapat mulai kembali percaya diri saat melihat pantulan diri saya di cermin---kegiatan yang awalnya mengerikan bagi saya.

Namun, Ramadan tidak bisa berlama-lama. Tiga puluh hari sudah cukup untuk mengiringi masa orientasi saya sebagai orang yang suka menulis. Meski demikian, saya tetap mengakui bahwa Ramadan tahun ini benar-benar berarti bagi saya untuk membangun keseriusan saya dalam menulis. Selain itu, Ramadan ini juga memberikan sisipan semangat yang pada akhirnya akan saya pegang erat-erat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline