Ini yang penulis rasakan di bulan ini (Mei 2019). Yaitu, bulan yang bertepatan dengan bulan Ramadan, dan Kompasiana rupanya tidak ingin bulan puasa bagi umat Islam ini tersia-siakan tanpa ada kegiatan yang menarik. Tentunya kegiatan ini tidak akan terlihat menarik ketika tidak pula terabadikan di dalam halaman per halaman di Kompasiana, dan inilah yang membuat Kompasiana perlu menyediakan wadah yang tepat, aktual, dan faktual.
Seperti yang tertulis di judul, maka, penulis pun ingin memberikan gambaran sederhana tentang event SamberTHR yang tentunya berdasarkan apa yang penulis rasakan sebagai bagian dari 'Beyond Blogging' ini.
Pertama, event ini menjadi ajang yang tepat untuk memperkenalkan Kompasiana ke publik luas untuk hadir sebagai pembaca. Mereka (pembaca) akan disuguhkan bagaimana aktifnya masyarakat umum yang mendapat kesempatan menjadi penulis untuk berbagai informasi yang menarik, inspiratif, aktual, dan bermanfaat bagi pembaca yang tidak harus merupakan pembaca 'ulung'. Karena, Kompasiana dapat dibaca oleh pembaca dari segala latar belakang, alias sesuai kebutuhan.
Jika ingin membaca tentang aspirasi sosial-politik, maka akan tersajikan pula konten-konten kreatif dan aktual dari penulis yang berlatar-belakang beragam---khususnya menjadi pengamat dan pakar lepas---karena yang menulis (rata-rata) juga masyarakat non jurnalis. Syukur-syukur jika bertemu dengan penulis yang berlatarbelakang jurnalis. Maka, sajian ala reportasi akan Anda temukan.
Kedua, event ini tak hanya bermanfaat bagi Kompasiana untuk semakin branded namun juga bagi para penulis untuk dapat berani menunjukkan hasil karya tulisnya ke teman, saudara, maupun orang-orang tertentu yang concern and care di bidang penulisan. Ibaratnya, event ini dapat menjadi latihan bagi semua penulis untuk dapat menulis dengan benar dan baik.
Mengapa demikian? Karena di event ini, para penulis tidak hanya menulis tentang apa yang dialami langsung (biasanya menjadi misi utama bagi para penulis di Kompasiana) namun juga apa yang ada di permukaan masyarakat (fenomena sosial). Sehingga, di event ini, para penulis tak hanya berlomba untuk menulis namun juga belajar. Belajar menulis sesuatu yang tak dikenal sampai menulis dengan gaya yang belum pernah dicoba atau setidaknya belum pernah dipublikasikan di Kompasiana.
Hal ini tentunya juga terjadi pada penulis secara pribadi. Salah satu contohnya adalah ketika menulis tentang teknologi perbankan (mobile banking) yang dikeluarkan oleh salah satu bank yang visioner dan itu membuat penulis juga harus 'ber-visioner' agar dapat menuliskan seputar bank tersebut.
Di sini, penulis tidak hanya harus menggali informasi tentang bank tersebut, khususnya pada teknologi yang dikeluarkannya. Namun juga bagaimana menggabungkan pola pikir ke dalam wujud yang sebelumnya tak tersentuh (belum diketahui keberadaan/manfaatnya) tersebut. Hal ini krusial karena akan menentukan bagaimana menemukan ide dan menuliskan judul.
Betul! Hanya untuk menulis judul, penulis harus membuka kepala untuk dapat menampung segala informasi baru lalu dicari 'nama menunya'. Ibarat makanan, kita tidak hanya berupaya mencari bumbu dan bahan untuk dijadikan adonan, namun juga harus memikirkan apa yang dibuat dan akan diberi nama apa.
Bagi sebagian penulis, menulis tanpa memikirkan judul terlebih dahulu memang tidak asing. Namun, secara pribadi, menulis tanpa mengetahui apa judulnya, itu sulit. Karena, dengan isi kepala yang terkadang 'penuh', akan mudah sekali terdapat loncatan-loncatan kata yang keluar dari 'mangkuk' kepala itu dan jika tak dikontrol, maka akan sangat menyusahkan bagi pembaca.
Ini sedikit menyangkut tentang proses kreatif penulis. Jadi seperti itulah kira-kira bagaimana penulis menganggap event ini sangat bermanfaat bagi penulis karena mampu menantang penulis khususnya dalam hal daya jelajah dan itu penting.
Menurut penulis, penulis yang tak memiliki daya jelajah akan cepat 'mati' dan ini sangat tidak diinginkan oleh penulis yang masih muda apalagi di Kompasiana. Belum genap 7 bulan! Artinya, sebagai penulis Kompasiana, penulis masih belum layak untuk lahir ke dunia. Sehingga, dengan adanya event ini, penulis tertantang untuk keluar dari rahim (zona nyaman).