Ibaratnya, 'tidak ada rotan, akar pun jadi'. Maka, hal ini dapat dijadikan sebagai kiasan bagi publik penikmat MotoGP saat ini. Yaitu, ketika melihat performa Johann Zarco yang tak kunjung membaik bersama tim pabrikan KTM, maka pengalih perhatian terhadap pembalap asal Prancis itu akan mengarah pada pembalap Prancis lainnya, Fabio Quartararo.
Memang, ini adalah musim perdana Zarco di KTM. Namun, kepindahan Zarco ke KTM juga diiringi dengan prediksi bahwa performanya juga akan menurun. Bukan karena kemampuannya, melainkan performa KTM masih belum sepadan dengan pabrikan lain, bahkan dengan tim satelit milik Ducati, ataupun Yamaha. Selain itu, perbedaan tipe mesin yang dimiliki KTM juga membuat Zarco kesulitan untuk mengenali cara membalap yang bagus seperti saat berada di Yamaha Tech3.
Dua musim membela Yamaha Tech3, Zarco tampil cukup bagus dan digadang-gadang akan menjadi pengganti sang legenda Valentino Rossi di Yamaha Factory. Hal ini disebabkan oleh gaya balap Zarco mirip Jorge Lorenzo, dan ini akan sangat cocok untuk menggeber motor Yamaha.
Namun, keputusan berbeda dilakukan oleh Zarco. Yaitu, memilih untuk menjadi pembalap pabrikan dibandingkan tetap di Yamaha satelit. Target Zarco sangat jelas pada saat itu, yaitu ingin memiliki kesempatan untuk 'mengoprek' motor sesuai keinginannya. Hal ini tentunya sulit untuk terealisasi jika masih berada di tim satelit Yamaha. Karena, tim satelit sangat identik dengan motor 'hibah' dari tim pabrikan. Sehingga, keputusan Zarco untuk menjadi pembalap pabrikan harus diambil, mengingat dirinya juga bukanlah pembalap berusia muda seperti Maverick Vinales, ataupun Alex Rins.
Zarco tentu tahu tentang konsekuensi terhadap pilihannya, dan itu sama seperti publik penikmat MotoGP termasuk publik Prancis yang menjadi pendukungnya kala berada di Moto2 dan ketika menjadi rookie di MotoGP. Namun, Zarco harus tetap berada di pacuan, dan sebagai pembalap pabrikan, Zarco tidak boleh cepat menyerah. Musim masih panjang, meski dia tahu bahwa dirinya akan terus-menerus berkutat pada proses adaptasi dengan motor baru, dan itu bukanlah hal yang dapat diselesaikan dengan keajaiban semalam---seperti kisah Candi Prambanan.
Perlu proses dan eksperimen yang tiada henti demi mendapatkan setelan motor yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Zarco. Zarco jelas tidak bisa mengikuti ritme rekan setimnya, Pol Espargaro. Karena, Pol lebih lama berada di KTM dan merupakan pembalap yang bahu-membahu bersama KTM sedari awal tim ini berlaga di MotoGP.
Sehingga, misi Zarco di musim balap 2019 ini hanya akan fokus pada adaptasi dan pengembangan motor dibandingkan untuk berupaya merangsek ke depan bersaing dengan para kompetitor seperti musim sebelumnya. Di saat seperti inilah, publik Prancis tentu perlu memiliki pembalap jagoan lainnya. Apalagi ketika seri balap MotoGP berada di Sirkuit Le Mans, Prancis. Maka, akan cukup menyedihkan jika para penikmat balap dari tanah Prancis tidak mendoakan pembalap Prancis untuk tampil maksimal.
Itulah harapan publik Prancis, dan secara perlahan harapan itu dapat terealisasi dengan kehadiran pembalap baru yang berasal dari Prancis, Fabio Quartararo. Uniknya, si rookie juga menunggangi motor satelit milik Yamaha---tim ini berganti dari Tech3 ke Petronas SRT. Bersama Yamaha Petronas inilah, Quartararo dapat menjadi pengganti Zarco (bagi publik Prancis) dan akan menjadi idola baru bagi publik Prancis di Le Mans.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kemampuan Quartararo untuk menjadi yang tercepat kala kualifikasi di Jerez beberapa waktu lalu. Hasil itu membuat Quartararo mulai optimis untuk mampu mencuri perhatian dan mengganggu dominasi pembalap pabrikan di barisan depan. Memang secara ritme di balapan, hasilnya akan berbeda dengan ritme di kualifikasi. Namun, dengan torehan-torehan maksimal di kualifikasi, akan mampu memberikan gambaran potensi Quartararo untuk dapat menggeber motor dengan lebih baik lagi.
Harapannya, Quartararo tetap berada di Yamaha. Entah lansung 'loncat' ke Factory untuk musim 2020 ataupun tetap di satelit sampai 2021. Karena, kemungkinan besar, yang akan menjadi suksesor Valentino Rossi di Yamaha Monster Factory adalah Franco Morbidelli. Bukan tanpa sebab tentunya, mengingat Morbidelli lebih dahulu berada di kelas MotoGP. Selain itu, secara hasil di balapan, Morbidelli lebih mampu memberikan yang terbaik dengan mengelola konsistensi sepanjang lap, dibandingkan Quartararo yang masih meraba-raba tentang konsistensi---khas pembalap rookie yang masih belum stabil.
Terlepas dari itu semua, publik Prancis perlu bersuka-cita karena, di musim-musim selanjutnya, mereka akan memiliki dua jagoan yang masing-masing akan memberikan kemampuan terbaiknya dengan tunggangannya masing-masing. Zarco dengan KTM dan Quartararo dengan Yamaha.