Lihat ke Halaman Asli

Deddy Febrianto Holo

Warga Tana Humba

4 Tahun GBY-ULP Memimpin Sumba Timur, Angka Kriminalisasi Petani Tinggi

Diperbarui: 12 Mei 2019   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: Korban Kriminalisasi

Persoalan agararia di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur kian hari bertambah banyak. Baru-baru ini viral vidoe seorang ibu yang menghadang alat berat yang sedang beraktivitas untuk membangun bendungan dilahannya. Dari kasus tersebut kita dapat melihat secara kasat mata bahwa ada persoalan agraria yang sangat serius di Sumba Timur.  

Kemudian kasus krimiminisasi warga sejak kepemimpinan Bupati Gideon Mbilijora dan Umbu Lili Pekuwali dalam kurun waktu empat tahun sangat tinggi. Puncaknya pada bulan Mei 2019  41 orang menjadi korban kriminalisasi karena mempertahankan lahan.

Terhitung sejak masuknya PT. Muria Sumba Manis di sektor perkebunan monokultur kian menambah deretan panjang masyarakat adat, petani dan pejuang lingkungan hidup diperhadapakan pada proses hukum bahkan dipenjara karena mempertahankan lahan. 

Sejak 2015-2019 angka kriminalisasi menyebar di wilayah konsesi perusahaan tebu dan mencapai 50 an korban baik itu petani, peternak, masyarakat adat dan aktivis lingkungan yang berjuang mempertahankan lahan dan lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Konsesi PT. MSM di enam (6) kecamatan yang meliputi tiga puluh desa (30) desa cukup memberikan atensi publik bahwa ada konflik antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Namun sejauh ini pemerintah belum secara serius membenahinya. Bahkan terkesan ada pembiaran. 

Kebijakan melonggarkan izin investasi dan atas nama pembangunan banyak mencederai berbagai tatananan dan kearifan lolak yang sudah tertata selama ratusan tahun di Kabupaten Sumba Timur. Sayangnya pemerintah daerah mengabaikan hal tersebut padahal ada payung hukum yang jelas soal kearifan lokal. 

Kisah nyata dari kebijakan yang terlalu longgar dan tanpa pengawasan ketat dari pemerintah di tingkat bawah berdampak pada akses wilayah kelola masyarakat, kerusakan lingkungan dan kerusakan situs budaya masyarakat Sumba Timur. Ini sejarah buruk dalam pembangunan di Sumba Timur. 

Sejak 2016-2019 masyarakat terus melakukan gerakan perlawanan terhadap perusahaan tebu. Disisi lain pihak pemerintah dan DPRD masih pasif soal tuntutan masyarakat pada akhirnya rencana pembentukan pansus terkait polemik PT. MSM belum dilakukan lagi-lagi wakil rakyat belum berbuat sesuatu. Ada apa? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline