Apa yang ada di bayangan kalian ketika mendengar kata seorang pengusaha? Hidup berkecukupan? Mempunyai kendaraan bagus? Selalu tampil modis dengan tren fesyen terkini?
Kehidupan seorang pemilik usaha senyatanya tidak seindah yang tergambarkan di dalam cerita sinetron kecintaan ibu-ibu. Berangkat pagi, pergi ke kantor, lalu meeting, kemudian pulang. Ya, siklus makmur. Visualisasi makmur dari sinetron tersebut lantas serta-merta menjadi stigma dari kita kebanyakan. Kamu salah satunya kan?
Namun, di balik hal tersebut risiko akan penjegalan kesuksesan dalam berusaha atau berbisnis akan selalu ada, tidak hanya datang dari kompetitor bisnis, bahkan dari sebuah sistem yang "disalahgunakan" oleh "oknum" di dalam suatu negara.
Acapkali dan bukan hal baru, pengusaha kerap mendapatkan kesulitan ketika merintis atau sekadar menjalankan kegiatan berbisnis yang lurus-lurus saja.
Indikator Politik Indonesia pernah melakukan sebuah survei. Dan, hasil survei tersebut menyatakan bahwa 44% responden yang terdiri dari pengusaha di tujuh bidang dari empat skala usaha, menganggap aturan yang terkait dengan bidang usaha mereka saat ini justru mempersulit kegiatan berbisnisnya.
Kesulitan ini mayoritas dikarenakan birokrasi kejam terhadap pengusaha-pengusaha. Dari mulai pungli, pemerasan, hingga pemalakan bagian aset usaha. Tentu, hal ini merugikan pengusaha.
Seperti yang terjadi kepada seorang pemilik usaha yang satu ini. Seusai dinyatakan menang secara yurisdiksi dalam perkara dengan pemerintah setempat perihal izin usaha di beberapa tahun lalu, dirinya tidak bernafas lega namun malah tercekat! Izin usahanya dipermasalahkan kembali, hingga dilanjutkan dalam persidangan di 'tempat lain'.
Hasilnya, dua pilihan diberikan kepada pemilik usaha tersebut. Pilihan yang sungguh dilema. Pertama, izin usahanya akan dicabut. Kedua, harus ada "bagi-bagi" ke sejumlah pihak. Kedua pilihan ini tidak ada yang menguntungkan dirinya, ditambah pihak penguasa yang menginginkan bagian sangat besar juga terus menekan dirinya. Alhasil, posisi auto kejepit dialami pemilik usaha tersebut.
Kasus lainnya, melansir dari Tribunnews.com, pernah ada suatu cerita bahwa perusahaan tambang bebatuan mendapati dirinya diperas oleh "oknum" pejabat di salah satu kementerian apabila ingin kegiatan berbisnisnya lancar dan perizinan dipersetujui.
Tidak tanggung-tanggung, pungli (pungutan liar) yang diminta oleh pejabat tersebut mencapai ratusan juta!