Lihat ke Halaman Asli

Rizki tanpa Hijab (Gundahku)

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13383796581809944386

Belasan tahun yang lalu, kala kita belum bersama. Telah ku lebur impianku demi sedarah tercinta, hancur citaku tuk lanjutkan mengejar ilmu. Lalu ku jatuh dalam duka, hidup dalam pelukan susah. Sungguh ku yakin Allah kan menolongku.

Sesaat sebelum ku tinggalkan bangku kuliah, Allah memberi jalan tuk bergabung dan berbagi ilmu di wilayahmu, dengan semua pemuda dan pemudi, dalam pengkajian dan aplikasi penerapan Islam semampuku. Dan disaat ku tertarik padamu, kutulis sepucuk surat, dan kuberikan pada sahabatmu, tepat dipagi hari kepergianku tuk meninggalkan segalanya, kuliah, sahabat dan masyarakat Islam diwilayahmu.

Lalu ku pergi dan menghilang. Hampir 1 tahun tiada berita dan kabar darimu. Selama aku jauh, aku hanya menyerahkan diriku pada Allah. Ku jatuh, dari hidup yg cukup, tenang dan terjamin, menjadi hidup dalam kesusahan, tak menentu dan jadi tongkat penahan, penahan masalah yang dihindari semua keluarga, keluarga siapapun yg memegang panji Islami.

Seiring dapat kunikmati semua beban yang harus ku tanggung, aku teringat padamu dan ku yakin bahwa engkau jodohku, meski tak satu katapun ku dengar darimu, ku mohon pada Allah yang terbaik, dan ku yakin tak akan kecewa bila keyakinanku tentangmu salah, karena ku yakin Allah akan memberikan yg terbaik, bahkan Dia lah perencana yang Maha Sempurna.

Ramadhan, kita disatukan Allah dalam rencana Tunangan yg kemudian menjadi Ijab Kabul Nikah. Tanpa persiapan. Dan itu menggemparkan saudara, sahabat dan keluargaku. Dengan mantap dan yakin ku katakan, siap. Dan kala saudaraku menawarkan bantuan tuk mahar, ku hanya tersenyum, dan hanya ku pinta doa darinya. Maka maharku pun terhutang. Kau pulang dan terus bersekolah, aku pun pulang melanjutkan bekerja. Sesaat setelah kau selesaikan sekolah, kita mulai belajar lebih mengenal, dan akhirnya hidup bersama. Lalu kita terhina dikeluarga besarku, hingga ku rasa dunia ini sangat sempit dan sulit.

Lalu kesulitan demi kesulitan kita hadapi bersama. Duhai belahan jiwa ku, satu gundah terus menggangguku. Gundah yg menyontakkan tdr kita. Ingatkah bagaimana aku dgn tiba-tiba menangis tersedu tiada henti dimalam itu? Ku ucap istighfar berulang kali. Dan ku ceritakan dengan menangis apa yg terjadi kala ku tidur.

"Kau hidup tiada lama lagi, tiga.....tiga....tiga....ingatlah itu !!"

Ini bukan mimpi, karena serupa dengan kala kita lupa sesuatu, lalu tiba-tiba ada yg mengingatkan. Apakah yg mengingatkan itu ? Itu yg membuatku menangis, dan setiap kali ku ingat, hatiku selalu menangis.

Ingatkah semua yg ku sampaikan tentang duniawi ini ?

Sedetik yg lalu kita bahkan lebih kecil dari debu. Tiada apapun yg kita miliki. Kamar kita 2x2,5 tuk kita berempat, bahkan aku beralaskan karpet dan kakiku menjejak pintu.

Apakah kita hina di mata masyarakat ? Subhanallah..., mengapa tdk? Mengapa mereka tetap menghormati dan mencintai kita ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline