Batu Menangis.
Pada suatu ketika, di sebuah desa kecil di Pulau Kalimantan, hiduplah seorang ibu dan anak perempuannya. Putrinya populer di kalangan penduduk desa karena wajahnya yang cantik, namun perilakunya buruk. Dia selalu menghabiskan waktunya di depan cermin sambil mengagumi wajah cantiknya. Dia tidak pernah membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Putrinya selalu membuat ibunya sedih. Meski begitu, sang ibu tetap sangat menyayanginya.
Suatu hari, gadis itu meminta ibunya untuk membelikannya gaun baru. Sang ibu menolaknya karena dia tidak punya uang. Karena sang ibu sangat menyayangi putrinya, akhirnya dia membelikannya gaun baru.
Keduanya pergi ke pasar. Namun sang putri meminta ibunya berjalan di belakang karena malu jika dilihat orang-orang bersama. Sekali lagi, karena cintanya, sang ibu menuruti permintaan putrinya.
Sepanjang perjalanan pulang, sang putri masih berjalan di depan ibunya. Orang-orang yang lewat bertanya tentang wanita di belakangnya. Putrinya menjawab bahwa dia bukanlah ibunya, melainkan pembantunya. Sang ibu tetap diam. Namun di lubuk hatinya yang terdalam, dia berdoa kepada Tuhan agar menghukum putrinya.
Tiba-tiba kaki putrinya berubah menjadi batu. Putrinya sadar bahwa itu karena dia telah menyakiti perasaan ibunya. Dia memohon pada ibunya untuk memaafkan tetapi sudah terlambat.
Perlahan, tubuhnya pun berubah menjadi batu. Meski putrinya telah menjadi batu, namun air matanya masih terlihat, itulah sebabnya batu itu dinamakan Batu Menangis.
Pesan moral dari cerita ini: Jangan pernah menyakiti perasaan orang tuamu, karena karma akan menjemputmu dengan cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H