Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana Larantuka

Kodim 1624/Flores Timur

Cara Membedakan antara Peristiwa Pidana dengan Musibah dalam Rangka Menciptakan Keadilan bagi Berbagai Pihak

Diperbarui: 21 Agustus 2022   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang mana seseorang telah melakukan kejahatan ataupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian pada diri orang lain ataupun dirinya sendiri baik yang berupa jasmani, rohani, ataupun barang yang diatur sedemikian rupa di dalam peraturan perundang-undangan sebagai suatu perbuatan yang dapat dipidana.

Di antara peristiwa di dalam kehidupan ini ada yang mengakibatkan kerugian seperti yang dimaksud di atas dan ada juga suatu peristiwa yang di luar kekuasaan manusia, atau dengan kata lain tidak ada unsur kesalahan ataupun bersifat melawan hukum dari seseorang terhadap orang lain. 

Misalnya tidak ada kesengajaan seseorang dalam gradasi yang paling rendah sekalipun untuk merugikan orang lain. Keadaan yang berada di luar kemampuan manusia untuk mengendalikannya itu biasa kita sebut "musibah". Begini cara membedakan antara peristiwa pidana dengan musibah supaya tidak ada yang merasa dirugikan dalam rangka menciptakan keadilan bagi berbagai pihak.

Keadaan yang rentan disalahartikan mengenai apakah suatu peristiwa dikatakan sebagai peristiwa pidana atau musibah adalah mengenai kecelakaan lalu lintas. Ketika terjadi suatu kecelakaan lalu lintas ada kecenderungan siapa yang masih hidup atau yang tidak terluka akan menjadi tersangka. 

Keadaan seperti itu akan dituduhkan dengan pernyataan, "karena kelalaiannya sehingga menimbulkan orang lain luka-luka atau meninggal dunia". Orang yang mengendarai mobil dibandingkan dengan yang mengendarai motor, ada kecenderungan yang mengendarai mobil lah yang akan menjadi tersangka jika yang mengendarai motor atau yang diboncengnya mengalami luka-luka atau bahkan meninggal dunia. 

Hal yang perlu kita pedomani juga adalah bahwa belum tentu semua peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan ini adalah kesalahan manusia. Sehingga mengenai hal ini haruslah diperhatikan dan dipelajari lebih teliti agar adil bagi berbagai pihak.

Untuk lebih jelasnya mari kita contohkan salah satu pasal di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu pasal 310 mulai ayat (1) hingga ayat (4). 

Di dalam ketentuan Pasal 310 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut mensyaratkan adanya unsur kelalaian dari si pelaku baru dapat dipersalahkan atau dipidana. Lalu bagaimana jika tidak ada unsur kelalaian seperti yang dimaksud peraturan perundang-undangan? Untuk lebih jelasnya mari kita bahas lebih mendalam mengenai "kelalaian" ini.

Kelalaian berasal dari kata dasar "lalai". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lalai artinya kurang hati-hati, tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya), lengah; tidak ingat karena asyik melakukan sesuatu, terlupa.

Jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 310 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka perbuatan tersangka haruslah dianggap kurang hati-hati, tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dan sebagainya), lengah, tidak ingat karena asyik melakukan sesuatu, atau terlupa akan sesuatu ketika dihadapkan pada keadaan yang akan dan sedang berlangsung pada saat itu.

Contoh-contoh kasus kelalaian dalam kaitannya menggunakan kendaraan baik yang beroda dua ataupun beroda empat atau lebih yang menimbulkan kecelakaan, dapat dikarenakan si pengendara (khusus motor) tidak menggunakan helm atau si penumpangnya dibiarkan tidak menggunakan helm; si pengendara sambil berbicara menggunakan telpon; si pengendara sambil menonton atau mengoperasionalkan tape atau video di mobil; 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline