Lihat ke Halaman Asli

Guru, Sebuah Tugas Mulia Seorang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Diperbarui: 27 November 2022   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru...

Apa yang ada di benak anda tentang guru?

Seseorang yang berdiri di depan kelas untuk mengajar? Ataukah seseorang yang suka marah di kelas? Semoga tidak demikian ya...

Saya mengawali karir sebagai seorang guru sejak bulan April tahun 2017. Ya, kurang lebih sekitar 5 tahun 7 bulan saya "menceburkan diri" ke dalam dunia pendidikan. Masih seumur jagung memang, namun selama 5 tahun ini saya mencoba memahami makna menjadi seorang pendidik. 

Waktu kecil saya melihat sosok guru adalah sosok yang pintar, sumber dari pengetahuan, serba tahu, dan serba bisa. Saya masih ingat waktu saya SD seringkali guru saya mendikte materi pelajaran yang harus kami hafalkan dan kami catat di buku catatan. Persepsi saya waktu itu sebagai murid kami harus menghafalkan materi sampai hafal titik dan komanya supaya mendapat nilai 100. Mungkin beberapa dari anda pernah merasakan dan melakukannya juga. 

Beranjak remaja saya dipertemukan dengan guru-guru keren yang seringkali mengajak saya praktikum, belajar di luar kelas, presentasi, membuat projek, dan masih banyak lagi. Di masa ini, saya mulai tertarik dengan profesi guru. "Guru itu menyenangkan ya", begitulah kira-kira yang ada di pikiran saya. Pengalaman itulah yang mendorong saya bercita-cita menjadi guru. 

Memutuskan berkuliah di bidang pendidikan semakin menyadarkan saya bahwa menjadi guru tidaklah mudah. Guru sama halnya dengan dokter. Mengobati masalah belajar anak dengan metode yang tepat. Sementara itu, pendidikan di Indonesia terus berkembang. Oleh karenanya, guru juga harus selalu update dan cepat beradaptasi. 

Selama saya bersekolah dulu, saya mengalami 3 jenis kurikulum yaitu kurikulum 1994, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang menurut saya sangat berbeda antara satu sama lain. Bahkan saat ini sudah ada kurikulum baru lagi yaitu Kurikulum 2013 dan yang terbaru adalah Kurikulum Merdeka. Bayangkan saja, dalam kurun waktu sekitar 10 tahun saja sudah terjadi perubahan kurikulum. Hal inilah yang seharusnya mendorong guru untuk terus beradaptasi dan mau berinovasi. 

Sistem pembelajaran pada saat kita sekolah dulu dimana guru hanya mendikte kemudian peserta didik mencatat dan menghafal sudah sangat tidak relevan di era sekarang ini. Pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centered), memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berkreasi, berpikir kritis, solutif, berkomunikasi dan berkolaborasi inilah yang dibutuhkan oleh anak-anak. Ingatlah bahwa pendidikan bukanlah menyiapkan anak-anak untuk hidup di masa kini, namun menyiapkan anak-anak untuk mampu hidup di masa yang akan datang.

Beberapa hari lalu kita merayakan hari guru nasional. Tema yang diangkat adalah "Serentak Berinovasi Wujudkan Merdeka Belajar". Ya, sebagai pendidik kita harus menyadari bahwa kita haruslah terus berinovasi dan memberikan kemerdekaan kepada peserta didik dalam belajar sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman. Wahai ibu bapak guru, marilah kita jalankan tugas mulia kita. Meskipun tanpa tanda jasa, kita harus lakukan dengan sukacita demi keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline