Lihat ke Halaman Asli

Kekuatan Teori Belajar "Behaviorisme" ke Dalam Ruang Kelas TK

Diperbarui: 9 November 2022   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pendidik yang terjun ke dalam ruang-ruang kelas pastinya sudah tidak asing dengan macam-macam teori belajar. Para ahli dibidang psikologi telah banyak melakukan penelitian dan peninjauan terhadap teori-teori belajar tersebut. 

Penelitian yang meninjau ulang akan sifat relevansi teori belajar terus diupayakan. Berbagai teori belajar telah tercipta sebagai hasil kerja keras dari penelitian tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat kita aplikasikan ke dalam ruang-ruang kelas kita. 

Tidak heran sifat dari relevansi ini kemudian membawa polemik bagi banyak orang. Kritikan terhadap teori-teori belajar yang sudah ada dan dirasakan mempunyai kelemahan selalu dilakukan oleh para ahli. 

Teori-teori belajar yang barupun hadir dibelantika dunia pendidikan. Perkembangan yang pesat di dalam era digitalisasi tentu menimbulkan pertanyaan teori belajar yang mana yang paling relevan? Mungkin beberapa orang berpikir bahwa teori belajar behaviorisme sudah tidak relevan lagi. 

"Salah satu karakteristik daripada teori tersebut adalah menekankan pada pembentukan tingkah laku berdasarkan stimulus dan respon yang bisa diamati. Teori ini berlawanan dengan teori kognitif yang lebih menekankan pada proses belajar atau mental yang bisa diamati secara kasat mata" (Rusuli, 2014: 39).

Pernyataan diatas tentu membuat kita berpikir ulang apakah benar behaviorisme sudah tidak relevan dengan metode pengajaran yang menekankan pada keaktifan murid.

Sebagai seorang guru TK saya memiliki persepsi bahwa teori behaviorisme ini masih sangat relevan. Prinsip teori belajar behavioristik bermanfaat untuk menjelaskan banyak hal tentang perilaku manusia dan bermanfaat untuk mengubah perilaku. Teori ini masih sangat effektif untuk mengajarkan suatu nilai, etika dan norma kehidupan kepada anak.

Unsur yang mempengaruhi perubahan perilaku tersebut yaitu unsur lingkungan dan pengkondisian (conditioning). Pendekatan ini juga memandang bahwa perilaku manusia terbentuk karena adanya pengaruh dari penguatan (reinforcement). 

Misalnya Ketika saya ingin murid saya mengikuti peraturan dalam kelas. Saya tidak bisa serta merta kemudian membiarkan murid saya belajar sendiri bagaimana memilih hal yang baik dan yang tidak. Saya harus membuat peraturannya dan mengarahkan murid-murid saya secara berulang-ulang untuk menaati peraturan seperti yang saya inginkan. 

Dalam penerapannya saya memberikan reinforcement yang bersifat positif dan negatif. Saya akan memberikan sticker dan pujian kepada murid yang mengikuti peraturan yang sudah dibuat sebagai bentuk reward. 

Sebaliknya, akan ada konsekuensi seperti thinking spot (kotak berefleksi jika melanggar peraturan selama 5 menit) kepada murid yang tidak taat. Penerapan peraturan (pengkondisian) di dalam kelas serta penggunaan reinforcement sangat efektif merubah sikap atau perilaku siswa dalam mengikuti peraturan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline