Lihat ke Halaman Asli

Hiu di Ambang Kepunahan, tapi Masih Saja Diburu

Diperbarui: 10 Februari 2017   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: IndoSurfLife.com

Belakangan, hiu menjadi perbincangan menarik. Isunya adalah jumlah populasinya yang semakin menurun dan dampak sistemik signifikan yang ditimbulkan terhadap ekosistem laut. Sayangnya, masih banyak restoran dan pelanggan yang tanpa merasa berdosa telah mengkonsumsi dan membuat alur perdagangan hiu tidak lekas berhenti.

Menurut FAO (2015), Indonesia berada di peringkat pertama di dunia sebagai penangkap hiu (ikan chondrichthyan) terbesar pada tahun 2000-2011 dengan rata-rata hasil tangkap 106.034 ekor, dan di posisi ketiga di dunia sebagai eksportir sirip hiu terbanyak dengan rata-rata 1.235. Perdagangan hiu dipicu oleh tingginya konsumsi sirip sebagai sup dan pengobatan tradisional Cina. Tingginya eksploitasi ini telah mendorong 150 jenis hiu di dunia terancam punah. Jika anda berfikir ini tidak terlalu penting dan tetap memilih menu hiu di hari Imlek atau hari lainnya, pikirkan ulang.

Mengapa Hiu penting?

Hiu merupakan predator puncak. Sebagai predator puncak, tentu keberadaannya penting untuk mengontrol populasi ikan atau organisme yang ada di bawah piramida rantai makanannya. Selain kontrol atas populasi mangsa, hiu juga mengontrol distribusi spasial dari mangsa melalui perilaku menghindari predator. Hiu mencegah spesies tertentu memonopoli sumberdaya yang terbatas sehingga diversitas menjadi lebih tinggi.

Apa dampak bagi ekosistem kalau Hiu punah?

Turunnya jumlah populasi hiu sebagai predator puncak dalam suatu ekosistem akan mendorong terjadinya ketidakseimbangan melalui dominansi suatu spesies. Dominansi ini akan menekan jumlah mangsa dari spesies tersebut atau jumlah populasi produsen, dalam hal ini bisa ikan, karang, atau lamun dan rumput laut. Maka, akan terjadi kompetisi antar spesies yang berdampak pada kelimpahan dan diversitas spesies yang rendah.

Lambat Berkembang Biak

Jangan mencoba berpikir bahwa mengonsumsi satu tidak akan memberi dampak besar. Karena mungkin saja ada 15ribu orang berfikir seperti itu. Menurut WWF, 89% nelayan menyatakan bahwa jumlah tangkapan hiu semakin menurun dan 44% menyatakan bahwa lokasi penangkapan semakin jauh. Ya, hiu berkembang biak di lautan. Tapi tidak secepat itu. Hiu hanya memiliki 1 kali periode kelahiran setiap tahunnya dengan jumlah anak kurang dari 100 ekor. Maka, jika eksploitasi terus berlanjut usia spesies ini tidak akan lebih dari 60 tahun lagi.

Konsumsi Hiu berbahaya?

Konsumsi sirip hiu menjadi alasan utama eksploitasi hiu yang tak terkendali. Meski dalam kebudayaan Cina konsumsi sirip hiu menjadi suatu tradisi dan seringkali digunakan dalam pengobatan tradisional, fakta bahwa hiu mengandung zat toksik/beracun tak dapat dipungkiri. Beberapa spesies hiu dapat hidup hingga 50 tahun dan selama masa hidupnya polutan dari laut terabsorbsi melalui bioakumulasi.

Selain itu, zat zat berbahaya dari mangsa juga terakumulasi melalui biomagnifikasi. Menurut US Food and Drug Administration tahun 2010,  hiu merupakan ikan dengan kandungan methylmercury tertinggi. Methylmercury dapat menimbulkan masalah serius berkaitan dengan saraf, hati, dan fertilitas. Selain itu, 79% sirip hiu terbukti mengandung BMAA tingkat tinggi, yakni neurotoksin berbahaya yang meningkatkan risiko Alzheimer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline