Ketika berita perihal kartu kuning dari bro Zaadit Ketua BEM UI ramai di berbagai pemberitaan, awalnya saya tidak ingin terlalu menghiraukannya dan menganggap mungkin itu hanya gaya berkomentar anak mahasiswa kepada Presidennya, meskipun menurut saya itu tindakan yang tidak menunjukkan attitude yang seharusnya dimiliki kalangan terdidik, apalagi menyandang status Ketua BEM dari Kampus yang cukup punya pamor di Indonesia, dimana kharisma mu Bro?
Tapi tampaknya 'kartu kuning' ala Zaadit itu jadi momentum pas yang ditangkap oleh lawan politiknya si Bapak Presiden. Tidak lama berselang, Partai Amanat Nasional (PAN) gelar Diskusi Kartu Kuning dan Gerakan Mahasiswa Zaman Now pada Rabu lalu. Tidak ketinggalan disusul aksi 'kartu merah' Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais sembari memuji aksi mahasiswa UI tersebut. Ditambah dengan polesan serupa dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang juga mengeluarkan kartu merah dan komentar Fadli Zhon melempar opini pedas serupa.
Menggelitik, aksi kartu kuning tanpa isi itu benar-benar dimanfaatkan penuh oleh aktor-aktor politik yang sentimen dengan pemerintahan sekarang. Tapi saya tidak ingin menyoal lebih jauh soal aktor-aktor ternama tadi, khawatir dapat kartu berwarna serupa, lagian belum pakar di bidang politik, kalau dilanjutkan jatuhnya kritik tanpa isi.
Yang mau saya sampaikan lewat tulisan ini kepada saudara kita Zaadit, sesama anak muda Indonesia, come on Dit kita harus tau apa yang kita kritisi, minimal kuasai bidang kebijakan yang ingin dikomentari bro! Menyaksikan aksi bicara Zaadit di tayangan Mata Najhwa kemarin malam, saya terkejut dengan statement beliau muda ini bahwa hanya lewat pemberitaan di media massa, dia sudah bisa menggambarkan seperti apa situasi di negeri ini. Wow, ini menyoal situasi darurat di Asmat loh Dit, bukan nilai tukar rupiah atau indeks saham yang tiap harinya diupdate. Gak cukup sekadar baca dan lihat di TV habis itu bisa disimpulkan bagaimana tindakan Pemerintah untuk menanganinya.
Herannya kog bisa mengkritik segitu kekehnya tanpa tau di lapangan itu seperti apa. Jalan-jalan dulu bro ke Asmat, ikuti jejak teman-teman mahasiswa lain seperti dari Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Universitas Hasanudin (Unhas) yang langsung bergerak ke sana tanpa banyak berkomentar. Minimal belajarlah dari teman satu almamatermu Muhammad Agus Fuad (Mantan ketua BEM UI) yang sudah berkontribusi di Asmat lewat Tim Peduli Kemanusiaan untuk Asmat oleh Nahdatul Ulama (NU).
Sudahi saja Bro, jika merasa terpanggil untuk mengkritik Pemerintah yang menurut bro Zaadit tidak mengambil tindakan terhadap saudara kita di Papua, ambil langkah konkrit Dit dengan menyaksikan dan berkontribusi langsung kepada masyarakat di sana tanpa harus ada embel-embel untuk kritik Pemerintah. Saudara/ibu/bapak/kakak/adik kita di Asmat tidak butuh kartu kuning Dit, mereka butuhnya bantuan nyata dari kita sesama warga Indonesia, paling tidak sebagai sesama manusia.
Mending kita move on Bro, sebagai anak muda lebih baik kita sudah mulai berpikir kontribusi apa yang bisa kita sumbangkan buat Negara ini. Ayo kita berlomba-lomba berprestasi, jika ingin menyuarakan hak kemanusiaan, sampaikan itu di forum internasional, tetapi jangan lupa kuasai lapangannya dulu dan berkontribusi. Jangan sampai nanti kita anak muda Indonesia dicap taunya hanya mengkritik tanpa ada isi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H