Lihat ke Halaman Asli

Menyikapi 'Cyberbaiting' di Kalangan Pelajar

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13523555121447562716

[caption id="attachment_208122" align="aligncenter" width="640" caption="Siswi-Siswi SMK KBU-Garut saat Onair Bersama IDKITA Kompasiana (sumber: Suaraedukasi)"][/caption]

"Abis gurunya nyentrik, kami ambil fotonya secara diam-diam di kelas," sekelumit jawaban dari siswi SMK KBU-Garut ketika menjawab pertanyaan dari Mas Valentino dalam talkshow internet sehat dan aman pada Selasa, 6 November 2012, melaui Radio Suara Edukasi, Pustekkom, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Jawaban para siswi tersebut terkait dengan topik yang diangkat kali ini yaitu tentang Cyberbaiting. Sebuah istilah baru yang pernah diulas oleh Mas Valen sendiri melalui artikelnya di sini. Cyberbaiting dapat digambarkan sebagai tindakan siswa yang bertujuan "mempermalukan" guru mereka melalui media sosial.

Seperti yang disebutkan dalam artikel tersebut, menurut penilitian Norton, 17/11/2011, para siswa melakukan tindakan Cyberbaiting  dengan cara merekam perilaku gurunya (yang dinilai kurang sesuai/pantas) kemudian di upload/unggah ke youtube untuk dipertontonkan.

Menurut Mas Valen, jika media yang digunakan untuk tindakan Cyberbaiting  diperluas, maka tidak hanya melalui video tetapi juga dapat berupa gambar, rekaman suara, status dan artikel yang mereka upload ke berbagai media sosial dengan tujuan yang sama yaitu "mengolok-olok" guru maupun sekolah mereka.

Bagi beberapa siswi SMK KBU-Garut, yang pada hari itu kebetulan sedang mengadakan tour di Pustekkom, tindakan yang mereka lakukan untuk mengambil gambar/foto guru mereka di kelas sama sekali bukan untuk tujuan yang negatif. Menurut mereka, foto tersebut hanya untuk disimpan sebagai kenang-kenangan mereka kelak.

Memang tidak menjadi masalah ketika foto-foto tersebut digunakan dengan benar, apalagi pose guru mereka tidak memperlihatakan sesuatu yang kurang baik. Akan tetapi pengambilan foto secara diam-diam (tanpa ijin) ini yang harus dilihat sebagai gejala yang dapat saja disalahgunakan oleh siswa. Apalagi kebanyakan sekolah saat ini melarang siswa membawa dan menggunakan gadgetnya, maka tindakan membawa gadget ke kelas tentu merupakan pelanggaran dari peraturan sekolah.

Satu hal yang menarik, yang dipaparkan oleh Mas Valen adalah ketika ia menemukan beberapa screenshot yang memperlihatkan hasil percakapan beberapa siswa dengan gurunya di gadget salah seorang remaja. Gambar menunjukan percakapan tersebut dilakukan melalui BBM dan SMS. Kemudian gambar-gambar hasil screenshot tersebut dijadikan sebagai bahan diskusi (atau sekedar ngerumpi) diantara siswa untuk menilai guru-guru mereka.

Berdasarkan hal tersebut, maka "rekaman" perilaku guru bukan saja berupa video tetapi dapat juga dalam bentuk lain. Kemudian situasi atau moment yang dijadikan sebagai objek perekaman tidak hanya di kelas, tetapi juga percakapan BBM, SMS maupun konten-konten yang ditampilkan guru mereka melalui media sosial.

Apa yang melatar belakangi tindakan siswa ini? Menurut Mas Valen sebenarnya karena  perkembangan teknologi  itu sendiri yang memudahkan siapa saja merekam semua moment yang dirasakan, dilihat maupun yang didengar oleh mereka melalui telepon pintar yang mereka miliki, kapan saja dan dimana saja. Jadi disengaja maupun tidak, dengan tujuan iseng atau niat serius, gadget memang menggoda penggunanya untuk memanfaatkannya.

"Siapa yang mau ngelarang pemiliknya, suka-suka mereka. Memang fitur-fitur pada gadget sangat menggoda apalagi sudah terhubung dengan internet. Jadi tergantung niatnya saja, untuk apa mengambil/merekam moment tersebut dan bagaimana memanfaatkannya," menurutnya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline