Lihat ke Halaman Asli

Belajar Menjadi Joki, Perempuan Juga Bisa

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_150367" align="aligncenter" width="375" caption="Sumber gambar: http://koleksi-foto-gambar.blogspot.com/"][/caption]

Joki. Banyak yang kenal kata ini. Tapi bukan joki 3 in 1 seperti di Jakarta. Yang saya maksud disini adalah penunggang kuda pada olah raga berkuda. Biasanya joki menunggang kuda yang dimiliki oleh orang lain. Istilahnya swakarya, atau kontraktor. Tapi bisa juga seorang joki menunggang kudanya sendiri.

Di Indonesia, olah raga berkuda memang termasuk olah raga yang sedikit peminatnya. Padahal kalau melihat kehidupan di daerah Bromo, Sumba dan beberapa daerah, mengendarai kuda sudah jadi pemandangan umum. Memang sangat jarang terjadi pemandangan orang berkuda di kota-kota besar, kecuali dokar atau delman.

Waktu masih SMA, tanpa sengaja saya berkenalan dengan seorang joki. Masih muda, namun karena tuntutan ekonomi, dia bekerja sebagai kusir dokar. Saya kenal dia karena tiap hari sepulang dari pasar saya mengendarai dokarnya. Kebetulan juga, guru tari saya punya kuda pacu, dan darinya saya banyak belajar menunggang kuda serta mengenal cara merawatnya. Dari sanalah ketertarikan saya pada seekor kuda dan olahraganya. Nah, karena seringnya saya naik dokarnya si joki tadi, kami banyak bercerita tentang kuda. Sampai akhirnya, dia malah mengajak saya ke desanya, untuk menunjukkan kuda pacunya.

Berhubung saat itu liburan kenaikan kelas, saya terima saja tawarannya. Kami pun menuju ke desanya dengan mengendarai 2 ekor kuda yang dipakai untuk menarik dokarnya dan dokar pamannya. Seperti koboy tersesat, kami menungang kuda lewat tengah kota.. pengalaman menarik sih, walau sedikit malu karena jadi tontonan orang banyak hahaha...

Sampai di desanya, saya dikenalkan pada kudanya yang gagah. Sangat mengagumkan. Usianya 2 tahun, dengan warna coklat tua yang mengkilat, bersurai panjang dan rapi. Namanya Bukit Sari. Dia memang kuda idaman para joki (gayanya hehehe). Seharian saya mengamati sambil mengenal tingkah lakunya. Baru pada keesokan harinya saat saya kembali kesana, saya mencoba menungganginya. Pada awalnya, Bukit Sari tidak langsung jinak. Dia meloncat-loncat kesana kemari. Saya sempat terjatuh dan hampir terinjak. Setelah jatuh itulah, justru keberanian saya tumbuh, dan akhirnya, saya dapat menjinakkannya. Lalu, tentu saja, selama sebulan penuh saya menjadi joki dadakan. Setiap hari mengendarai Bukit Sari berpacu dilapangan.

[caption id="attachment_150368" align="aligncenter" width="400" caption="Seperti inilah si Bukit Sari, (Sumber gambar: totorohjnw.blogspot.com)"][/caption]

Menjadi joki memang tidak mudah, tetapi bukan tidak mungkin dipelajari. Siapa pun bisa belajar menjadi joki tanpa harus takut bahayanya, asal mengerti caranya dengan benar. Untuk menjadi joki yang baik ada semacam pendidikannya, setingkat SMA sih, selama 3 tahun. Tidak ada ketentuan khusus bagaimana menjadi seorang joki. Tinggi badan tidak berpengaruh. Yang lebih diperhatikan dalam sebuah pacuan adalah berat badan berkisar antara 50 - 58 kg., seperti dijelaskan di sini. Tidak hanya untuk pria, wanita juga bisa menjadi joki handal. Siapa tidak kenal Larasati Gading? Peraih 2 medali emas di SEA GAMES pada November lalu ini memang salah satu joki wanita terbaik Indonesia. Selama malang melintang di dunia pacuan kuda, prestasinya cukup bagus.

Ada banyak cabang olah raga dan hobi yang dapat kita pilih, dan berkuda adalah salah satu hal yang unik. Menjadi tantangan bagi saiapa saja. Masalahnya, memang tidak mudah memiliki dan memelihara kuda, selain juga mahal. Solusinya, hobi ini dapat disalurkan melalui klub olah raga atau beberapa perkumpulan lain yang ada di masyarakat. Saya memang belum menemukan klub seperti ini di daerah saya. Tapi kemungkinan di daerah lain sudah ada.

Duh, gara-gara menulis ini, saya kok jadi kepingin berkuda lagi ya? Tapi, apa boleh buat, sekarang saya sudah jadi ibu rumah tangga yang sangat sibuk, mengurus rumah sekaligus kerja, jadi rasanya sudah tidak mungkin. Berharap anak saya mewarisi kenekatan saya dalam hal berkuda, dan semoga dia juga menyukainya. Amin... :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline