Lihat ke Halaman Asli

Deassy M Destiani

Pendidik, Penulis, Pebisnis Rumahan

Mudahnya Mengajak Anak Suka Membaca

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir satu bulan ini saya ikut sebuah grup Whatsapp yang bernama “Indonesia Membaca”. Forum ini hadir sebagai bentuk keprihatinan atas kurangnya minat baca di Indonesia. Peta dari UNESCO menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia barulah 0,001%. Itu artinya dari 1000 orang yang ada di Indonesia baru 1 orang yang suka membaca. Untuk itulah grup Indonesia Membaca mengajak semua persertanya agar bisa menaikkan indeks UNESCO itu sehingga tidak menjadi bangsa yang buta baca.

Salah satu syarat ikut dalam grup tersebut adalah semua pesertanya diharuskan untuk meresume buku per minggu. Sebuah tantangan baru bagi saya. Karena seringkali setelah membaca buku cukup hanya distabilo saja bagian mana yang penting dan sesuai dengan apa yang saya butuhkan atau saya cari. Namun di Indonesia Membaca ternyata resume buku itu harus menjadi sebuah tulisan yang akan dibaca oleh semua anggota grup.

Suatu kali Indonesia Membaca membuat sebuah forum diskusi.Dimana dalam diskusi ini dihadirkan seorang nara sumber yang bernama Bapak Edy Sukur. Beliau adalah seorang entrepreneur dan direktur Edward Medika. Pria kelahiran Jakarta 9 februari 1971 ini, juga mengembangkan teknologi EECTV.Yaitu sebuah teknologi yang ditemukan oleh dokter Warsito untuk pengobatan kanker payudara. Pak Edy Sukur terpilih menjadi salah seorang nara sumber karena kesuksesannya dalam menumbuhkan minat baca keluarganya maupun anak buahnya di kantor.

Pria yang lulusan S1, S2 dan S3 dari Jepang ini, membagikan pengalamannya dalam menumbuhkan minat baca yang dia praktekkan.Kebetulan di Jepang adalah sebuah negara yang bisa menjadi contoh tentang kebiasaan membaca. Ada beberapa kebiasaan yg menarik di Jepang. Pertama ada Tachiyomi (membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli). Orang Jepang biasa melepas kebosanan di malam hari di toko buku. Perilaku Tachiyomi ini sebanding dengan penjualan buku artinya jika habis baca mereka beli. Mereka juga bisa membaca dimana saja disaat mengisi waktu luang di bis, kereta, stasiun, dll.

Kedua, di Jepang ada istilah “Sakubun” (mengarang) utk anak SD utk menanamkan budaya menulis pada anak. Ini ditambah budaya membaca 10 menit selama setiap hari di sekolah sebelum memulai pelajaran. Budaya ini menjadi habit. Maka tak heran sampai besar bahkan sampai tua tetap hobi baca. Hasilnya bisa kita liat dalam iptek dan ekonomi Jepang yang saat ini melesat sangat maju. Pastinya salah satunya karena habit membaca masyarakatnya.

Ketiga, di Jepang, pemerintahnya konsen dengan penyediaan buku, mereka mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk menstranslate buku buku berbahasa non Jepang (terutama Inggris) ke bahasa Jepang. Jadi masyarakat Jepang sangat mudah menemukan buku-buku yang menarik dan best seller dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Jepang untuk menjadi santapan mereka setiap hari.

Kembali kepada nara sumbernya. Pak Edy Sukur sudah bertahun-tahun tinggal di Jepang.Saat membuka diskusi beliau mengatakan, “ Saya punya anak 5, satu diantaranya autis. anak nomor 1 bisa dikatakan membaca adalah hobinya. Saat SD dia dianggap aneh teman-temannya karena pada jam istirahat di kelas dia hanya membaca buku”.Anak pertamanya itu kelas 4 SD sudah membaca buku “The Davinci Code”. Buku setebal itu bisa dihabiskan dalam 1 bulan dan itu luar biasa buat anak SD. Menginjak kelas 6 dia sudah membaca tentang “The Secret of CIA” yang bukunya lebih tebal dari “The Davinci Code”.

Lucunya anak yang pertama itu tidak begitu percaya dengan omongan ayahnya, dia lebih percaya dengan buku yang dibaca. Jadi saat dia gak suka sayur, ayahnya memberikan buku tentang sayur dan pengaruhnya terhadap tubuh.Setelah membaca buku itu sekarang anak no 1 nya itu kalau makan tidak bisa jika tanpa sayur. “Semua info dari buku, karena dia memang tipikal visual dan suka baca”. Begitu yang dikatakan Pak Edy dalam grup diskusi kemarin.

Bagaimana anak pertamanya itu bisa suka baca? Hal itu karena sejak kecil mainan nya adalah buku.Semua jenis buku. Bahkan saat dia mulai umur 4 bulan sudah bermain dengan huruf.Jadi memang sejak kecil sudah berteman dengan buku. Sementara anak yang kedua menderita autis, yang ini belum bisa baca.Lalu anak yang ke tiga tipikal kinestetis dan cenderung audio.Anak ketiga ini belajar nya lebih mudah jika mendengarkan.Sedangkan anak yang keempat juga sama tipenya dengan anak yang ketiga. Oleh karena itu untuk anak ketiga dan keempat tidak dipaksa untuk membaca buku namun selalu di ajak ke toko buku untuk beli buku baru.Dimulai dengan komik, sebuah bacaan yang anak anaknya suka dan memilih sendiri. Alhamdulillah tanpa paksaan seperti itu sekarang keduanya sudah muncul minat bacanya. Jika sebulan saja tidak ke toko buku, maka anak anaknya itu akan mengajak ayahnya untuk segera ke toko buku.Sementara anak bungsunya lebih lucu lagi, setiap kali dia marah atau ngambek maka kalau dibilangin ayahnya mau diajak ke toko buku langsung gak ngambek.Usianya baru 4 tahun dia sudah suka dengan gambar gambar yang ada di buku meski belum bisa membaca.

Menurut pak Edy dalam mengajak anak untuk suka membaca intinya adalah bagaimana orang tua memberi contoh langsung dengan membaca kepada anak anak. Karena anak anak akan melihat langsung apa yang kita kerjakan mereka akan meniru yang kita lakukan.Jadi jika kita suka dengan membaca buku anak anak anak pun menjadi anak pencinta buku. Agar bisa konsisten berikanlah waktu khusus untuk membaca. Biarkan pula anak memilih sendiri buku yang dia suka.Sebab anak-anak pengetahuannya masih terbatas jadi bebaskan lah mereka membeli buku apa saja.

Sebuah film yang berjudul “Dangerous Mind” sebuah kisah nyata perjuangan seorang guru untuk meningkatkan kualitas belajar muridnya menjadi sebuah film yang menginspirasi Pak Edy dalam mendidik anak anaknya yang berbeda karakter itu. Bagaimana seorang guru bisa sangat total dalam mengajar kepada anak anak didiknya dengan berbagai metode yang diseusikan dengan karakter anak. Pak Edy merekomedasikan agar para orangtua juga bisa menonton film ini agar bisa sedikit memahamai mendidik anak dengan perbedaan karakter dan gaya belajar.

Pria yang mempunyai motto hidup sangat menarik yaitu"I was born to be an agent of Change” itu mengatakan bahwa,“Dalam menumbuhkan minat baca, sudah seharusnya langsung aksi bukan teori. Jika ada teori itu hanya sebagai referensi saja”.

Saat saya bertanya apakah membaca di Media Sosial seperti FB, Blog dan website saat ini bisa dikategorikan sebagai bagian dari membaca juga atau bukan?Maka inilah jawaban dari Pak Edy :

“ Kalau soal baca di media socialmungkin masuk membaca, tapi kosong. Baru dikatakan membaca ketika runut dari awal sampai akhir dan ada kesimpulan yang dia dapatkan. Kalau baca media sosial mungkin saya kategorikan seperti makna hearing, sedangkan membaca sederajat dengan listening. Hearing khan pasif.. sambil lewat..sedangkan listening lebih aktif dan itu akan ada seuatu yg didapat. Memang menumbuhkan minat baca di jaman milenium yg serba instan ini saingannya media sosial. Ini cara instant yang sekarang sedang menggejala. Kita gak mungkin bisa memahami sesuatu jika baca setengah-setengah”.

Menumbuhkan minat baca dilakukan Pak Edy secara konsisten bukan hanya di rumahnya saja, tapi di kantor tempat beliau bekerja. Setiap pekan selalu dibuat acara bedah buku. Beliau mengatakan kepada para karyawannya bahwa ,“Kalau kalian mau maju harus selalu belajar. Dan kalau berteman dengan saya harus mau belajar dan harus lebih pintar. Saya ingin belajar juga dari kalian. Kalau gak mau belajar ya sudah ..sayonara”.Tentunya kewajiban itu pun difasilitasi oleh kantor, artinya karywan dibelikan buku atau dipinjamkan buku oleh Pak Edy agar setiap akhir pekan ada resume buku baru di kantornya itu. Pak Edy juga mewajibkan dirinya membaca buku minimal satu jam sehari dari jam 7 sampai dengan jam 8 pagi. Menurut Bapak yang berkacamata ini prinsipnya membaca itu sama dengan tidur. “Kalau lagi mau tidur dimana saja kapan saja ya tidur. Kalau mau baca..dimana aja ya baca”.Begitu tulisnya.

Sebuah kisah menarik ketika Pak Edy bercerita bahwa dia pernah memborong lebih dari 200 an buku saat beliau dikirim katalog dari sebuah penerbit. Karena bingung judul mana yang akan dipilih dan merasa semua judulnya bagus semua, maka Pak Edy pun memutuskan untuk memmbeli seluruh judul buku yang ada di katalog itu. Saat ini koleksi bukunya sudah mencapai 10 kontainer plus 3 lemari buku besar di rumahnya. Niatnya semua buku itu akan dibuat perpustakaan untuk koleksi pribadinya. Jadi siapa yang bilang menumbuhkan minat baca itu sulit? Yukk tebarkan virus membaca sekarang juga!!

Folow My Twitter :@deassymds

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline