Lihat ke Halaman Asli

Restorasi Pesisir Selatan! Kendalikan Dampak Pertambangan Demi Nafas Baru Aceh

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pesisir merupakan wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Secara historis, kota- kota penting dunia bertempat tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, serta memudahkan terjadinya pedagangan antar daerah, pulau dan benua. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) wilayahnya dikelilingi oleh perairan laut,yaitu sebelah utara berbatasan dengan perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; sebelah timur dengan perairan Selat Malaka; sebelah barat dan selatan dengan Perairan SamuderaIndonesia. Provinsi ini memiliki panjang pantai mencapai 1.660 km sehingga mempunyaikawasan pesisir dan lautan seluas 57.365,57 km2. Dari 23 kabupaten dan kota di Aceh, 18 di antaranya memiliki wilayah pesisir, dengan panjang total mencapai 2.666,27 kilometer. Hal tersebut menempatkan Aceh sebagai provinsi dengan wilayah pesisir terpanjang di Sumatera. Namun, sayangnya, potensi kekayaan yang besar itu tak berbanding lurus dengan kesejahteraan warga di pesisir seiring kian hancurnya terumbu karang dan mangrove.

Kekhawatiran dunia akan kerusakan lingkungan pesisir dan laut sebagai akibat dari kegiatan di daratan sangat tinggi. Sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran di tingkat global, kekhawatiran di tingkat lokal daerah Aceh pada kegiatan di darat yang berdampak negatif terhadap wilayah pesisir dan laut juga sangat tinggi. Salah satu contoh kegiatan seperti itu yang ada di daerah ini adalah kegiatan industri pertambangan emas. Kekhawatiran muncul oleh karena kegiatan pertambangan dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, baik di darat maupun di pesisir dan laut. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: industri pertambangan emas dan tambang minyak, apalagi yang berskala besar, menggali dan mengolah batuan biji emas dan mineral ikutannya (misalnya: merkuri, arsen, mangan, dsb.) dari perut bumi untuk memperoleh emas. Baik pada tahap persiapan instalasi pabrik maupun tahap operasi pengolahan emas, kegiatan ini menghasilkan substansi yang dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitanya.

Dampak negatif dapat saja terjadi dalam berbagai media. Untuk media air, misalnya, dapat menimbulkan berbagai substansi, seperti sedimentasi dan pengaliran air asam tambang yang beracun pada kadar tertentu (baik bersumber dari lubang tambang yang terbuka dan/atau dari kolam tempat penimbunan tailing apabila tailing tersebut ditimbun di darat dalam suatu kolam penyimpanan). Semua substansi tersebut akan keluar/dibuang melalui suatu daerah aliran sungai (DAS) menuju pesisir dan laut di mana sungai tersebut bermuara. Di samping terjadi sepanjang DAS, akumulasi akan substansi tersebut dapat terjadi dalam komponen ekosistem di daerah pesisir dan laut, dan pada kadar tertentu akan merusak ekosistem tersebut. Kerusakan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut tentu saja akan berdampak luas pada berbagai aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia, karena manusia sangat tergantung pada eksositem dan sumberdaya tersebut. Misalnya, degradasi kualitas lingkungan sebagai tempat hidup yang sehat bagi masyarakat yang bermukim di daerah pesisir. Selain itu degradasi sumberdaya perikanan dan aspek pariwisata. Semuanya itu akan berdampak pada penurunan dan kerugian pada aspek ekonomi, baik untuk masa saat ini maupun di masa yang akan datang.

Pada umumnya, suatu kegiatan akan melakukan kajian dampak lingkungan hanya terhadap lingkungan di mana kegiatan itu berada dan daerah sekitar kegiatan tersebut. Sehingga, kegiatan yang dilakukan di suatu dataran tinggi tidak mengkaji dampak yang dapat ditimbulkannya pada wilayah pesisir dan laut. Oleh karena itu, untuk dapat dikatakan pengelolaan yang baik dan ramah lingkungan dan sesuai dengan standar internasional, suatu kegiatan industri, misalnya pertambangan emas, harus dapat mengantisipasi dampak negative.

Dari permasalahan diatas dapat dilihat bahwa dampak negatif yang timbul lebih besar dibandingkan dampak positif. Jika menggunakan teknik impact assessment hal tersebut terlihat jelas. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim).  Pada umumnya wilayah pesisir dan khusunya perairan estuaria mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organic yang penting dalam rantai makanan di laut.  Namun, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam, dan karenanya merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan dengan fluktuasi di luar normal.  Dari segi fungsinya, wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi. Akibat pengaruh aktivitas manusia yang telah diketahui pada studi kasus diatas pencemaran hasil kegiatan eksploitasi pertambangan emas dan tambang minyak di lepas pantai serta transportasi minyak, perairan pesisir akan mengalami tekanan (stress), yang cenderung mengarah pada menurunnya kualitas lingkungan wilayah pesisir karena terganggu keseimbangan alami yang selanjutnya akan mengakibatkan degradasi lingkungan di wilayah pesisir dan pantai karena lingkungan pesisir merupakan salah satu lingkungan perairan yang mudah  terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat, karena merupakan daerah percampuran antara darat, laut dan udara, dan secara ekologis daerah pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya yang tinggi.

Dari penjelasan kasus diatas dapat diketahui dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan terhadap kawasan pesisir, misalnya dampak fisik dan kimia yang berupa dampak pada kebisingan yang ditimbulkan dari proyek tambang tersebut dan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan masyarakat, kenyamanan hidup masyarakat, serta gannguan pada ekosistem lain. Debu- debu, uap, gas, dan, asap yang ditimbulkan dari proyek pertambangan tersebut juga berpotensi menimbulkan pencemaran udara, yang dikhawatirkan yaitu apabila dari hasil pertambanga ntersebut mengeluarkan gas-gas anorganik maupun organik yang berpengaruh terhadap kesehatan, kenyamanan, keselamatan pada manusia. Dampak yang paling mengena yaitu pencemaran yang terjadi pada perairan di wilayah pesisir, yang selanjutnya akan berdampak buruk pada ekosistem di perairan. Di perairan terdapat banyak jenis biota laut seperti ikan laut, terumbu karang, plankton dan zooplankton yang keberlangsungannya akan terancam akibat pembuangan limbah dari proyek pertambangan tersebut. Belum lagi apabila ikan-ikan di perairan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat inilah yang membahayakan, bukan hanya ekosistem perairan saja yang terkena dampak tetapi juga pada manusia. Ini bukan hanya dampak penurunan kualitas dan kuantitas air laut tetapi juga dampak biologis yang timbul.

Bukan hanya itu, kegiatan pertambangan, harus mengkaji semua dampak negatif yang dapat ditimbulkan dalam AMDAL dengan menggunakan pendekatan Freshwater-Coastal-Marine Interlinkage (hubungan perairan air tawar-pesisir-laut) yang telah dibicarakan di tingkat dunia. Sehingga, seluruh kesatuan wilayah kegiatan pertambangan dikaji secara terpadu, holistik dan komprehensif (baik wilayah di daratan di mana pertambangan itu berada maupun wilayah pesisir dan laut yang jauh tetapi berhubungan dengan kegiatan pertambangan). Dengan kata lain, apabila kajian akan aspek ini tidak/belum dilakukan maka dapat dikatakan AMDAL suatu kegiatan pertambangan belum lengkap.

Seperti yang terjaditambang mangan GEMCO, Groote Eylandt, Northern Territory. Mereka melakukan tahap penanganan dampak yang diakibatkan pertambangan terhadap kawasan pesisir dengan menanam kembali pohon-pohon yang telah punah karena adanya aktivitas pertambangan dan juga melakukan pembersihan besar-besaran disepanjang pantai akibat limbah yang dihasilkan dan juga mengganti semua kerugian masyarakat sekitar pesisir pantai yang telah terkena dampak dari aktivitas pertambangan tersebut. Karena apapun yang terjadi terhadap sebuah pertambangan, haruslah melihat dari segi AMDAL nya, apakah itu berdampak tragis kepada masyarakat sekitar pantai. Masyarakat sekitar pesisir adalah subyek yang akan pertama kali mendapatkan efek dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pertambangan tersebut. Hal ini terlihat dari banyaknya mangrove yang musnah dan juga terumbu karang yang mati. Selain itu juga adanya air pasang yang akan membanjiri permukiman penduduk pantai. Bukan hanya itu, ikan-ikan pun akan terkena limbah dari hasil pertambangan tersebut, dan akan langsung di konsumsi oleh masyarakat setempat. Kondisi ini sangat buruk jika pertambangan tidak melihat dari segi AMDAL yang ada.

Oleh karena itu harus adanya penangulangan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat berhasil jika dikelola secara terpadu (Integrated Coastal Zone Management, ICZM). Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir secara sektoral tidaklah efektif (Dahuri et. al 1996; Brown 1997; Cicin-Sain and Knecht 1998; Kay and Alder 1999).

Pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu adalah suatu proses iteratif dan evolusioner untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Tujuan akhir dari ICZM bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi (economic growth) jangka pendek, melainkan juga menjamin pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati secara adil dan proporsional oleh segenap pihak yang terlibat (stakeholders), dan memelihara daya dukung serta kualitas lingkungan pesisir, sehingga pembangunan dapat berlangsung secara lestari. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka unsur esensial dari ICZM adalah keterpaduan (integration) dan koordinasi. Setiap kebijakan dan strategi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir harus berdasarkan kepada :

  • pemahaman yang baik tentang proses-proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan pesisir yang sedang dikelola;
  • kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat; dan
  • kebutuhan saat ini dan yang akan datang terhadap barang dan (produk) dan jasa lingkungan pesisir

Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan dan penegakan hukum, serta penataan ruang untuk terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada visi terse but, maka strategi pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan berkelanjutan harus memperhatikan aspek sumberdaya manusia, hukum, tata ruang, dan kesejahteraan bersama. Strategi pengelolaan wilayah pesisir akan difokuskan untuk menangani isu utama yaitu konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir, yang secara simultan juga berkaitan dengan penanganan isu yang lain. Pemikiran dasar dalam perumusan strategi pengelolaan ini meliputi keberlanjutan (sustainability), perlindungan dan pelestarian, pengembangan,pemerataan, dan komunikasi.

Berbagai kegiatan atau faktor yang dilakukan manusia maupun yang disebabkan oleh alam memiliki potensi mengancam ekosistem wilayah pesisir. Aneka pemanfaatan di wilayah pesisir sesungguhnya dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan yang memerlukan rumusan perencanaan terpadu dan berkelanjutan. Banyaknya limbah domestik dan tingginya tingkat sedimentasi yang masuk ke dalam wilayah pesisir, perlu dilakukan suatu bentuk pengendalian, pencemaran limbah dan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Hal ini merupakan masalah kritis, sehingga perlu dilakukan tindakan langsung baik secara hukum formal maupun hukum adat untuk menciptakan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat merusak lingkungan.

Potensi sumber daya pesisir dan laut merupakan salah satu modal dasar pembangunan ekonomi nasional dan merupakan wilayah peraralihan interaksi antara peralihan darat dan laut. Pengelolaan pesisir yang ada merupakan bagian tak terpisahkan dari penataan ruang wilayah. Pesisir merupakan sumber daya yang rentan (vulnarable), sehinnga perlu pengelolaan yang terencana sehinnga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak tanpa mengorbankan keberlanjutan pesisir. Oleh karena itu kita harus menjaga semua yang dimiliki oleh kekayaan biota laut agar tidak musnah oleh aktivitas pertambangan, walaupun sebenarnya aktivitas pertambanga itu akan menaikkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, akan tetapi ahrus dilihat juga efek yang ada sesuai AMDAL sehingga proses pertambangan dapat berjalan dengan baik dan tidak ada juga masyarakat yang dirugikan oleh kegiatan tersebut sehingga terjalinlah simbiosis mutualisme yang berkesinambungan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline