Mayjen TNI Purn. Sukotjo Tjokroatmodjo (dok. dearmarintan)
Apa makna kemerdekaan bagi kita? Sering kali kita memaknai kemerdekaan secara sempit, yaitu berakhirnya perjuangan penjajah dari tanah air Indonesia. Ada pula yang skeptis dan berkata bahwa kemerdekaan hanya di atas kertas saja, sesungguhnya Indonesia belum benar-benar merdeka dari kekuasaan asing. Sebab negara kita dalam banyak aspek masih bergantung pada negara lain, terkadang masih dipandang sebelah mata. Entah karena pemerintahan sekarang yang terkesan lembek dan takut asing, atau karena masih menggunungnya bantuan asing (baca: utang) yang suatu saat harus kita bayar.
Demi mendalami makna kemerdekaan yang sesungguhnya, saya menemui Mayjen TNI (Pur) Sukotjo Tjokroatmodjo, seorang veteran pejuang yang ikut berjuang di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Beliau saya temui di ruangannya di Gedung LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia), Semanggi kemarin (16/8). Pak Sukotjo terlihat mengenakan jaket kulit hitam, rambutnya ditata rapi, dan tubuhnya masih segar bugar. Sama sekali tidak menampakkan kesan bahwa dirinya Desember nanti akan genap berusia 85 tahun. Dengan ramah, Pak Sukotjo menyambut dan mempersilakan saya duduk.
Setelah mendengar perkenalan diri saya sebagai seorang blogger dan penjelasan mengenai Kompasiana, Pak Sukotjo pun membuka dirinya untuk ditanyai apa saja. Saya memulainya dengan pertanyaan yang paling membuat saya penasaran. Apa makna kemerdekaan bagi Pak Sukotjo? Pertanyaan ini mungkin terdengar bodoh, sebab orang yang saya tanyai adalah seorang veteran pejuang. Teman saya bahkan mengolok-olok dan berkata bahwa pertanyaan saya itu sangat retoris. Tapi saya tidak peduli dan tetap menanyakannya.
Syukurlah Pak Sukotjo tidak ikut-ikutan menganggap pertanyaan saya itu bodoh.
“Nggak bisa digambarkan (dengan kata-kata). Saya setiap kali mendengar lagu Indonesia Raya, perasaannya sudah nggak karuan. Setiap melihat merah putih dikerek di tiang bendera, saya pasti menangis. Seperti itulah (makna kemerdekaan) bagi saya,” ujarnya.
Bagaimana dengan segelintir orang yang skeptis, mengatakan bahwa sebenarnya negara kita masih belum merdeka? Masih terbelenggu kekuasaan asing?
Kedua matanya terbelalak. Heran.
“Yang bilang begitu mestinya merasakan bagaimana kita dulu. Saya ini sudah pernah ditodong bedil Belanda, jalan di depan tank jaraknya hanya 100 meter, ditawan bersama kompi saya,” katanya.
Pak Sukotjo merasa heran dengan orang-orang yang masih berpikiran skeptis. Ia juga sedih melihat orang-orang yang merasa malas bangun pagi untuk upacara 17 Agustus. Pria kelahiran Kertosono, 18 Desember 1927 itu berharap agar mereka yang belum bisa memaknai kemerdekaan mau belajar lebih jauh tentang sejarah negara.
Ia bercerita bahwa dulu pun ia tidak mengerti apa itu proklamasi kemerdekaan. Arti Pancasila pun beliau mengaku tidak tahu pada saat itu pertama kali diperdengarkan di siaran radio di sekolahnya.