Lihat ke Halaman Asli

Dean Ruwayari

TERVERIFIKASI

Geopolitics Enthusiast

Mengurai Debat Nepotisme: Nepotisme vs Prestasi, Menang Mana?

Diperbarui: 8 Juni 2024   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Kompas/Heryunanto)

Pilpres 2024 menghidupkan kembali perdebatan tentang nepotisme. Tim Ganjar menuding Presiden Jokowi melakukan nepotisme untuk memenangkan Tim Prabowo. Benarkah tudingan Tim Ganjar? Saya dan artikel ini tidak bisa menjawabnya, karena tidak tahu jawabannya. Artikel ini akan fokus pada pertanyaan-pertanyaan seperti; apakah nepotisme selalu tentang politik? bagaimana dengan industri dan lapisan masyarakat lainnya? juga apa sebenarnya nepotisme itu? Kenapa nepotisme menjadi masalah? Dan pertanyaan yang lebih tersirat, haruskah kita peduli dan baper pada nepotisme?

Sebenarnya nepotisme bukan hal baru di Indonesia. Faktanya praktik nepotisme sudah menjadi perdebatan di negeri ini sejak lama. Dan tidak hanya di negara kita. Jika kita melihat sejarah manusia, ada satu benang merah yang terjalin melalui pemerintahan Kerajaan dan industri. Benang merah itu adalah Nepotisme. Artinya kurang lebih adalah tindakan memanfaatkan kekuasaan atau pengaruh untuk memberikan pekerjaan yang baik atau keuntungan yang tidak adil kepada kerabat atau anggota keluarga sendiri.

Sederhananya adalah pilih kasih terhadap orang yang kita kasihi. Akhir-akhir ini telah menjadi bahan perdebatan sengit. Saking dibenci, nepotisme sendiri telah berubah menjadi sebuah industri.

Di Instagram, salah satu tagar yang sedang tren tahun 2024 adalah #BoycottNepotism atau Boikot nepotisme. Sebanyak 33.505 postingan yang berisi tagar ini.

Majalah New York menyebut tahun 2022 sebagai tahun "Nepo baby" atau "bayi Nepo". Mereka bahkan bikin sampul yang menampilkan bayi nepotisme yang ada di Hollywood.

Poster Nepo Baby (Vulture.com)

Jadi ini bukan sekadar tren pemilu karena sebenarnya (seperti yang sudah saya tulis sebelumnya) nepotisme bukan hal baru.

Kata nepotisme berakar dari gereja Katolik. Dalam bahasa Latin "nepos" yang secara kasar berarti "keponakan". Dalam kasus ini, Paus akan menunjuk keponakan mereka untuk posisi Kardinal. Mereka tidak punya anak sendiri sehingga keponakan menjadi pilihan terbaik.  Selanjutnya berkembang menjadi istilah "Papal dynasty" atau dinasti kepausan. Itulah asal muasal kata "nepotisme".

Tetapi sebenarnya praktik nepotisme tidak dimulai dari Paus. Filsuf Yunani, Aristoteles, mungkin pernah menjadi korban nepotisme. Gurunya adalah Plateau. Plateau punya posisi kepemimpinan di akademi tempat Aristoteles belajar. Aristoteles berpikir dia adalah murid Plateau dan akan mendapatkan pekerjaan sebagai pemimpin setelah Plateau pensiun. Sebaliknya Plateau malah memberikannya kepada keponakannya.

Lalu ada Charles Darwin. Beliau memberi tahu bagaimana kita berevolusi tetapi teori Evolusi Darwin sendiri ditelurkan oleh seorang pria bernama Erasmus Darwin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline