Ada satu kesamaan antara English, Bahasa Indonesia, bahasa Melayu, bahasa Sanskerta, bahasa ngeblog, hingga bahasa anak Jaksel: SEMUA ADALAH BAHASA.
Sama halnya dengan bahasa yang saya gunakan sehari-hari di Papua, yang mungkin sebagian besar dari pembaca tidak mengerti artinya. Dan mungkin menyebutnya "oh ini pasti bahasa Papua."
Misalnya:
"Ko mo pi mana?" (Kau mau pergi ke mana?)
"Sa mo pi pasar." (Saya mau pergi ke pasar)
Sebenarnya, dua kalimat di atas merupakan bahasa Indonesia, hanya saja disingkat-singkat.
Ko= kamu, kau
Mo = mau, ingin
Pi = pergi
mana = mana
Sa = saya, aku
Itu adalah bahasa yang saya dan hampir semua penduduk (bukan hanya masyarakat asli) Papua gunakan dalam percakapan sehari-hari.
Para ahli bahasa menamakannya bahasa "Melayu Papua". Bahasa tersebut bukanlah bahasa daerah asli Papua. Melainkan bahasa yang baru berkembang karena ada desakan kebutuhan untuk berinteraksi antar seribu suku yang berbeda bahasa di Papua.
Begitu juga bahasa Indonesia yang bukan bahasa asli masyarakat Indonesia, melainkan bahasa yang berkembang karena desakan kebutuhan untuk berinteraksi dengan ribuan suku di Indonesia. Ribuan kali terjadi campur-kode hingga akhirnya dapat digunakan oleh segenap bangsa Indonesia.
Poin saya di sini adalah bahasa berkembang karena adanya kebutuhan.
'Bahasa berkembang karena kebutuhan' merupakan sifat alami dari bahasa apapun yang ada di dunia.