Di masa pemilu AS saat ini, partai Republik merupakan salah satu parpol yang paling disorot dunia, selain oposisinya, Demokrat. Partai Republik era Donald Trump dinilai terlalu konservatif karena lebih banyak mengakomodasi kepentingan kulit putih daripada non kulit putih, dan biasanya mendominasi pemilihan di selatan.
Trump sebagai kandidat presiden dari Republik tahun ini telah banyak dikritik karena menghasut ketegangan rasial sejak masa kampanyenya di tahun 2016, sampai dengan masa pemerintahannya empat tahun belakangan, hingga kampanye Pemilu AS tahun ini. Tetapi keadaan tidak selalu seperti ini, selama 166 tahun terakhir ini Republik telah mengalami hal yang luar biasa dari Repulik ala Abraham Lincoln hingga Republik ala Donald Trump.
Untuk memahami bagaimana partai Republik yang berjulukan GOP (Grand Old Party) menjadi seperti ini, maka kita harus melihat kembali ke tahun 1854, saat pertama kali partai ini dibentuk, tujuh tahun sebelum perang saudara. Ada dua partai pada saat itu, Whig dan Demokrat.
Saat itu, wilayah Amerika dengan cepat berkembang ke arah barat dan terjadi perdebatan sengit apakah negara bagian baru harus mengizinkan perbudakan atau tidak. Partai demokrat dengan basis kuat di selatan telah menjadi semakin pro-perbudakan. Di sisi lain Whig mulai serius memperhatikan masalah ini.
Pendukung utara mereka benar-benar khawatir kalau meningkatnya angka perbudakan akan memiliki terlalu banyak pengaruh politik, mereka khawatirkan bisa sangat merugikan pekerja kulit putih secara ekonomi, artinya orang kulit putih akan banyak yang menganggur.
Sehingga pada tahun 1854, mereka memperdebatkan boleh atau tidaknya wilayah Kansas dan Nebraska harus mengizinkan perbudakan. Whig tidak setuju dan mengakibatkan runtuhnya partai tersebut pada tahun 1860, setelah berdiri selama 27 tahun semenjak 1933 serta memenangkan empat pemilihan presiden.
Bekas anggota Whig di utara membentuk partai baru yang akan berjuang melawan meluasnya perbudakan. Tepatnya pada tanggal 20 Maret 1854 lahirlah partai Republik. Pada tahun 1860, Partai Republik menjadi semakin kuat di utara, cukup kuat hingga seorang Republikan yang kurang terkenal bernama Abraham Lincoln memenangkan pemilihan presiden ke-16 AS .
Meskipun Lincoln berjanji tidak akan mengganggu perbudakan di negara bagian yang sudah memilikinya, ia dan partainya masih terlalu anti-perbudakan, dan hal ini tidak ditolerir oleh selatan. Karenanya, 11 negara bagian selatan memisahkan diri dari Uni Amerika Utara, dan membentuk Negara Konfederasi Amerika.
Negara-negara bagian utara memutuskan untuk bertempur menjaga Uni Amerika Utara tetap tak terpisahkan, dan terjadilah Perang Saudara. Hasilnya adalah sebuah kemenangan untuk utara dan penghapusan perbudakan secara nasional.
Setelah perang, Republikan mulai berjuang untuk memastikan agar para budak yang baru dibebaskan di selatan memiliki hak-hak sipil. Setahun setelah pembunuhan Lincoln, tepatnya tahun 1866, Partai Republik berhasil menelurkan Undang-Undang Hak Sipil tahun 1866. Mereka berjuang untuk memastikan orang kulit hitam mempunyai hak memilih dengan hukum dan amandemen konstitusi yang baru.
Tetapi sesuatu terjadi selama perang sipil yang mulai mengubah Partai Republik yang masih muda ini. Pengeluaran pemerintah selama perang membuat banyak pengusaha utara benar-benar kaya.