Seorang sejarawan yang sedang melakukan penelitian sejarah dituntut untuk menuliskannya secara detail tanpa ada kesalahan. Satu kesalahan dalam salah satu metode penelitian akan berdampak sangat fatal.
Kuntowijoyo dalam bukunya "Pengantar Ilmu Sejarah" menyebutkan ada banyak kesalahan-kesalahan sejarawan. Kesalahan sejarawan yang paling pertama dilakukan adalah kesalahan dalam memilih topik. Sebagai seorang sejarawan, tidak boleh memilih topik tanpa teori maupun konsep yang jelas. Ketika memilih pertanyaan, sejarawan juga tidak boleh menanyakan beberapa pertanyaan sekaligus maupun pertanyaan yang sifatnya dikotomi. Sejarawan juga tidak boleh memilih topik yang bersifat metafisik dan menggunakan topik fiktif. Sejarawan harus pintar dalam memilih topik agar penelitian yang dilakukan bisa diteliti dengan baik.
Kesalahan yang kedua adalah pada pengumpulan sumber. Sejarawan harus memperhatikan sumber sejarah yang diteliti. Sumber sejarah harus berasal dari sumber yang konkrit atau jelas dari mana asalnya. Ketika mencari sumber sejarah, seorang sejarawan juga harus mencari secara menyeluruh, tidak boleh hanya dengan satu bukti yang kemungkinan sebagai salah satu bukti kuat itu saja sudah bisa digunakan untuk melakukan penelitian.
Sumber sejarah yang digunakan juga harus bersifat universal, yaitu tidak menjerumus pada tujuan tertentu atau merujuk pada seorang tokoh. Saat mencari sumber sejarah, sejarawan juga tak boleh berpaku pada data kuantitatif yang bisa saja telah dimanipulasi. Mencari sumber sejarah juga tidak boleh hanya dengan didasarkan nilai estesis suatu sumber.
Selanjutnya ada pada verifikasi sumber sejarah. Ketika memverifikasi suatu sumber atau bukti sejarah, sejarawan tidak boleh menganggap jika suatu bukti yang berlaku untuk sebagian dianggap sebagai bukti yang menyeluruh atau pun sebaliknya. Pendapat umum yang berlaku juga sering dianggap sebagai fakta oleh sejarawan, hal seperti itu merupakan suatu kesalahan kecil yang bisa mengubah persepsi sejarah.
Bahkan ada juga yang menganggap pendapat pribadi sebagai fakta yang sudah jelas bukan bukti yang jelas. Dan ketika bicara tentang angka, biasanya data sejarah tradisional tidak mungkin diperinci angkanya yang menimbulkan banyak pertanyaan. Verifikasi bukti juga harus menuntut sejarawan untuk mengakui jika tidak ada bukti sejarah, maka itu bukanlah jangkauan ilmu sejarah.
Setelah memverifikasi sumber dan bukti sejarah, seorang sejarawan harus melakukan interpretasi pada hal tersebut. Banyak sejarawan yang masih kurang bisa menjelaskan ke khalayak umum dengan baik agar penelitiannya dapat diterima semua golongan. Hasil dari penelitian sejarah tidak boleh membedakan alasan, sebab, kondisi, dan motivasi yang ada pada suatu peristiwa. Kesalahan tersebut bisa saja menimbulkan kesalahan lainnya seperti tidak adanya penghubungan dari fakto-faktor yang berpengaruh sampai hasil penelitian yang bersifat plural atau tidak jelas apa yang menyebabkan sejarah itu bisa terjadi.
Terakhir, ketika semua selesai tentu saja sejarawan harus menulis hasil penelitiannya. Sejarawan harus menuliskan hasil penelitiannya dengan narasi yang jelas, dalam artian tidak boleh memandang bahwa sebuah periode merupakan waktu yang pasti, bersifat murni ilmiah, dan juga menggunakan bahasa yang tepat. Argumen yang digunakan juga harus tepat agar tidak menyebabkan pembaca terkecoh atau bingung dengan argumen yang tidak rasional. Hasil penelitian sejarah juga harus dilandasi dengan generalisasi yang tepat dan tidak disertai banyak pengecualian, dan menganggap bahwa generalisasi sejarah bukanlah hukum yang bersifat universal.
Menulis sejarah bukanlah hal yang mudah seperti mengarang sebuah cerita, maka dari itu, seorang sejarawan yang sedang menulis sejarah diharuskan memperhatikan semuanya secara detail agar tidak ada kesalahan sedikit pun.
Referensi : KUNTOWIJOYO.Pengantar Ilmu Sejarah .2005
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H