Alhamdulillah, hari ini dosen saya tidak mengajar euy, tapi besok diganti jadi double ngajarnya, hehehe yo wes lah, soalnya di kampus hari ini mau akreditasi, sibuk kali yakk. Harusnya sih belajar mandiri, minimal cari bahan-bahan gitu lah buat thesis UP saya tapi da pengen mencari kesegaran dulu (haha tepatnya lagi garalau). Perasaan udah lamaaaaaaaaaaa banget saya ga ngetrip, mau yang jaraknya jauh ataupun dekat, jadi berasa kangen buat ngetrip. Sebenernya pengen dari kemarin-kemarin, tapi ga ada waktu, semuanya terkurasssssss buat ngerjain tugas (okey agak lebay) Trip dadakan pun dimulai. Saya dan Dieni berangkat dari halte Dipati Ukur (Depan UNPAD DU). Eitss jangan salah naik damri yah, naiknya harus yang Dago-Leuwi Panjang (ekonomi) murah ongkosnya cuma Rp. 2000,- jauh-dekat. Setelah sebelumnya saya dan Dieni makan dulu lontong sayur padang, dekat pangkalan Damri tersebut. Setelah kenyang, kami pun minta si ibu membungkus lagi lontong pical (pecel) padang buat dibawa ke Ciwidey nanti. Haduhhh, lontongnya dimasukin panas-panas ke plastik lagi, walhasil kalo dimakan nanti siang pasti agak basi, pikir saya, biarin aja ah. Intinya titik poinnya adalah ke terminal Leuwi Panjang. Sekitar 45 menit perjalanan Damri, kami pun tiba lah di Leuwi Panjang. Sebenarnya ada 2 alternatif angkutan ke Ciwidey, yang pertama naik bus, yang kedua naik elf L300. Nah, karena bus ke Ciwidey adanya jam 8 pagi, sedangkan kami sudah tiba di terminal Leuwi Panjang jam setengah delapan, maka kami pun memutuskan untuk naik elf L300. Hahaha ini elf mirip angkutan saya kalau mudik ke kampung, jadi gak berasa aneh lah saya naik nya juga, ga tau kalau orang kota mah hihihi. Cuma bedanya dengan elf ke kampung saya hanya dihuni sekitar 16 penumpang termasuk supir, nah kalo elf L300 yang ini harus berisi 18-20 penumpang. Mau tau dimana sisanya tempat duduk itu?? Yappp sisa penumpang yang naiknya belakangan kebagian tempat duduk di belakang supir. Jadi saling berpunggungan badan sama yang duduk di paling depan, sehingga penumpang yang duduk disitu tidak bisa menghadap ke depan, hanya bisa menghadap ke belakang, ditonton sama 3 baris penumpang lainnya yang menghadap ke depan. Hadeuhhh, masih belum kebayang juga?? nihhh saya lampirkan fotonya (yaak benar sekali saya kebagian duduk membelakangi supir tersebut, lumayan 1,5 jam jadi artis :D :D).
(nah terlihat kan bagaimana situasinya, untung itu cuma 3 orang yang duduk disitu, pas pulangnya malah ber empat yang duduk disitu, ckckck hahaha panas booo dibawahnya mesin) Oh ya, ongkos naik elf tersebut Rp.7000,-, tapi si supirnya ngembaliin Rp.5000 (harusnya Rp.6000,-) dari uang yang dikasihkan Rp.20.000,- (untuk 2 orang). Hmm biarin ah shodaqoh hehe. Dari elf itu kami turun di terminal Ciwidey (terminal Cibeureum). Lalu banyak mamang-mamang angkot yang menawarkan jasa angkotnya, “neng, neng, Kawah Putih?”, “bukan, orang saya mah mang”. Orang Ciwidey bilang, kalo mau ke Kawah Putih, atau daerah atasnya seperti Situ Patengan, Ranca Bali, dll nyebutnya adalah dengan sebutan “Tonggoh”, yang kalau di-Indonesia-kan artinya “Atas”. Okehh kami pun naik angkot kuning tersebut. Ongkos sampai ke Kawah Putih sekitar Rp.6000 – Rp.7000,-. (ini dia angkot yang kita carter dari terminal cowidey/cibeureum) Nah, terus dari gerbang Kawah Putih kita bisa naik semacam angkutan umum (ontang-anting) menuju daerah atas Kawah Putihnya, ongkosnya kalau tidak salah Rp.10.000-Rp.15.000,-. Angkutan tersebut menampung sekitar 9 penumpang-an mungkin. Saya tidak terlalu memperhatikan juga, soalnya saya ke daerah atas Kawah Putih-nya pakai angkot kuning yang kami rental, soalnya kalau menunggu ontang anting tersebut berangkatnya masih lama (harus nunggu mobil penuh dulu baru berangkat). Sedangkan pengunjung yang lain belum ada yang datang, ada siihhh tapi mereka bawa mobil pribadi ke atasnya. HTM ke Kawah Putih nya 15.000,- trus jasa lingkungannya Rp.10.000,-. Jadi Rp.25.000,-. Oh ya, kami mencarter si angkot kuning tersebut Rp.50.000/orang. Dengan hitung-hitungan, kalau kita naik angkot dengan cara ketengan bisa menghabiskan ongkos sekitar Rp.35.000,- sampai Rp.40.000,- per orang. Kita carter angkot ini Rp. 50.000/perorang ini dengan rute sebagai berikut: Terminal Ciwidey-ke Gerbang Kawah Putih-Ke Puncak Kawah Putih (6 km)-Turun lagi ke Gerbang Kawah Putih-Ke Situ Patengan (sekitar 20 menitan kurang dari Kawah Putih)-Kembali lagi ke Terminal Ciwidey. Hmm not bad lah, pikir saya. Oh ya, diangkot menuju puncak Kawah Putih itu cuma saya dan Dieni saja berdua, jadi serem juga pas ke puncak Kawah Putih pakai angkot tersebut, secara dikanan-kiri jalan sepiiii bangettt, hutan semua, belum banyak pengunjung, nanjak pula. Nah, kami pun berdo’a komat kamit. Akhirnya kami selamat sentosa juga sampai puncak. Alhamdulillah ya Alloh, supirnya baik da. Yapp sampai di puncak Kawah Putih, bau belerang sudah mulai tercium. Untuk mencegah bau belerang itu tercium, ya pake masker, ada yang jualan kok disana, harganya Rp.5.000,-. Kalau saya sih gak pake masker-masker segala, soalnya itu bau belerang gak nyengat-nyengat banget kok baunya, apa karena sering nyium bau kentut yak, jadi gak kerasa bau nya, hahaha entahlah. Okey pemandangan disana is PERFECTOOOO, asli bagus banget, pintu masuknya kayak di luar negeri ih. Kalau ada kata yang lebih hebat dari kata “bagus banget” nah itu lah Kawah Putih. Gunung berpadu dengan kawah, hutan yang lebat, suara burung, suara binatang lain, suara belerang yang mendidih, ditambah gradasi warna langit, warna air belerang, hijaunya daun, dll menambah nuansa adeeemmmmmmmm banget. Waktu kami sampai di Kawah Putih nya, disana baru ada serombongan orang Malaysia yang sedang berwisata, foto-foto, dan kita pun saling tersenyum ketika saling berpas-pasan.
(Pintu masuknya, keren kaan kayak di luar negeri hahaha, lebayy) (ini didekat information center) Ada kejadian yang memalukan, saking antusiasnya saya memandang pemandangan tersebut, sambil foto sanah foto sinih, saya tidak sadar kalau ternyata tanah yang saya pijak adalah lumpur belerang, hadeuhhhhh terperosok saya, walhasil sepatu sebelah saya kotor terkena lumpur belerang, berwarna putih. Ckckck. Akhirnya saya nyeker aja sambil foto-fotoan, kalau jalan baru dipakai (untung belum banyak orang), soalnya banyak batu. Baiklah sesi take pictures dan memandang alam sudah cukup terpuaskan, kita di puncak Kawah Putih sekitar 1,5 jam-an, dari ga banyak pengunjung sampai banyak pengunjung, padahal ada aturan disana disarankan hanya 15 menit di tempat tersebut (takut keracunan belerang, mungkin). Dari sana kami kembali lagi ke tempat angkot menunggu kami. Tadi pas saya kesini, belum ada orang yang main kecapi di Saung Kecapi, tapi sekarang ada, seorang bapak yang tidak terlalu tinggi, yang ternyata tadi seangkot sama kami, eh tau nya itu si bapak cerita kalau istrinya punya empat, malah pengen tujuh katanya, hadeuhhhh niat banget sih pak. Beres dari sana kami pun langsung ke angkot setelah sebelumnya saya membersihkan sepatu saya yang terjerembab itu di toilet dekat Information Center, huhhh untung bisa ilang lumpurnya. Saking fokusnya bersihin sepatu, sampai-sampai ketika udah beres dan mau balik ke angkot, gayung yang saya pake untuk bersih-bersih ternyata masih saya tenteng-tenteng, hadeuhhhh pikuuun pikuuunnn.
(nah liat putih sebelah sepatu saya :)
(saung kecapi) Okesiipp, kami pun naik angkot kembali, kemudian turun ke bawah gerbang Kawah Putih yang berjarak 6 Km panjangnya dari puncaknya. Lalu dari sana kita pun dibawa lagi ke Situ Patengan, lama jugaa perjalanan nya uy. Masuk Situ Patengan kayaknya gratis deh, tapi kata supir Rp.6000,- tau ah. Oh iya, nyampe Situ Patengan kita makan dulu lontong pical padang itu, dan pas dimakan tuh kan agak basi, tapi kita tetep keukeuh sureukeuh makan itu lontong pical, saking laparnya, dan kalau beli pasti mahal kalau di tempat wisata mah. Urusan sakit perut mah belakangan hehe. Dan sampai tulisan ini ditulis, kami biasa aja tuh, antibodi nya kuat kali yak J. Oh ya di Situ Patengan itu ditengahnya ada situ cinta atau apa ya namanya, lupa lagi, kalau kesana harus pakai perahu lagi, atau bebek-bebek an, dengan harga sewa Rp.30.000,-. Wadeuhhh mahal juga yak, dan kami milih untuk gak naik aja. kita pun keliling-keliling Situ Patengan, wuihhh banyak orang yang pacaran ternyata, kayaknya cuma Saya dan Dieni doang nih yang masih jomblo hahaha.
(nyari ilham diatas batu) Oh ya ketika liat langit sudah berawan, dan bressss akhirnya gerimis. Kami pun segera bergegas naik angkot untuk segera pulang ke kota Bandung. Lumayan lah Situ Patengan juga, walaupun ga sebersih Kawah Putih. Kenapa Kawah Putih lebih bersih? Menurut saya sih karena tidak ada yang berdagang makanan didekat tempat wisata tersebut. Jadi aja bersih, ditambah banyak tempat sampah, dan ada petugas kebersihan yang siap sedia membersihkan tempat wisata Kawah Putih tersebut. Terbukti ketika saya naik angkot ke arah puncak Kawah Putih, ada petugas yang begitu melihat ada sampah plastik langsung dipungutnya dari motor yang sedang dikendarainya. Hmmm semoga Kawah Putih bersih terusss. Dan mari datangilah tempat wisata yang ada Ciwidey, Jawa Barat ini (Kawah Putih, Situ Patengan, Ranca Bali, Kebun teh, memetik stawberry, dll). Dan jangan lupa jangan buang sampah sembarangan, dan kalau bisa gunakan jasa guide penduduk setempat (seperti angkot tadi). Salam amateur Backpacker.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H