Lihat ke Halaman Asli

Aksi 212 Tidak Mewakili Islam?

Diperbarui: 23 Februari 2017   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi 212 (21 Februari) jilid II dilakukan di bawah koordinasi organisasi massa Forum Umat Islam (FUI). Aksi 212 jilid II dilakukan di Gedung DPR/MPR dengan agenda tuntutan, yaitu penonaktifan Gubernur Ahok. Aksi tersebut memang merupakan hak konstitusi setiap warga Negara, dipenghujung tahun 2016 sampai 2017 Indonesia sering sekali, terjadi aksi demo, terutama wilayah Ibukota Negara .

Aksi demo yang dipicu awalnya dengan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahya Punama (AHOK), seakan terus saja berjalan seperti bara api dilahan gambut, yang tidak ada habis-habisnya, selalu saja bersambung. Fenomena ini sangat tidak baik bagi negara kita,  harga diri seorang kepala Negara dipertaruhkan disini.

Ketegasan Polri dalam  memberikan izin demo 212 lalu, bila demo tersebut bermuatan politik akan dibubarkan, patut kita berikan apresiasi. Ketegasan ini yang perlu diperlihatkan kepada masyarakat, bila Negara terlalu sering demo juga tidak bagus, membuat pandangan bahwa masyarakat Indonesia sudah tidak percaya hukum lagi, bukankah Indonesia adalah Negara hukum.

Beberapa tokoh ulama Indonesia pun menolak adanya aksi demi 21 Februari lalu, seperti  KH Ma’ruf Amin (Ketua MUI) dan ormas Pemuda Muhammadiyah mereka cenderung mengeluarkan sikap tak mendukung aksi tersebut, mereka menduga kuat bahwa aksi tersebut, justru tidak mewakili mayoritas muslim Indonesia tetapi sarat dengan muatan politik. "Saya berulang kali menyampaikan hal ini bahwa saya tidak pernah dilibatkan dan melibatkan diri ikut demo 212. Karena demo itu sangat politis," kata Ma'ruf seperti dikutip dari detikcom.

Demo kali ini yang dinilai tidak mewakili umat Islam, untung berjalan lancar dan bubar setelah shalat zhuhur, sesuai komitmen dengan aparat keamanan. Untuk itu para Elite Politik dan Pemimpin Intelektual lebih baik meredam diri, percayakan sepenuhnya terhadap hukum, dan kawal proses agar tetap pada jalurnya,dan  tidak membuat keadaan menjadi lebih gaduh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline