Lihat ke Halaman Asli

Krisis Politik Era Jokowi

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Krisis politik yang melanda negeri kita ini semakin hari semakin tak tentu arahnya, kepala Negara pun sepertinya kewalahan untuk mengatasi masalahnya. Isu soal ketua umum partai mengendalikan presiden kepala eksekutif memang perlu diluruskan, kepala negara yang memang pilihan sebagian besar rakyat, harus bias membagi antara kepentingan partai yang mengusungnya dengan kepentingan nasional.

Proses pemilihan presiden di negeri kita, sebuah konsekwensi dalam menganut sebuah sistem yang dipilih, kita ini selalu mendua hati. Seorang capres diusung oleh partai, tapi kalaupun lewat konvensi, tetap saja dipilih oleh pengurus partai dari tingkat DPC-DPD hingga DPP. Apalagi kalau jelas-jelas diloloskan semata atas restu Ketua umum partai atau oligarki penguasa partai, begitu dia menang pilpres, dualisme antara rakyat dan partai tak terhindarkan lagi. Karena meski partai menggelar konvensi untuk meloloskan capres tertentu, tetap saja tidak melibatkan elemen-elemen masyarakat yang justru menjadi basis sosial atau basis budaya partai yang bersangkutan.

Dalam settingan politik yang mendua model begini, seorang presiden merasa bebas untuk mengumbar janji, tapi tak merasa perlu membuat komitmen. Karena dukungan yang dia peroleh lewat partai yang tanpa melalui konvensi yang mengakses akar-akar dukungan di masyarakat, maka dukungan yang diraih capres lewat para pemilih di pilpres langsung, adalah dukungan lepas tanpa ikatan.

Dengan adanya dua kekuatan besar di Indonesia KMP dan KIH, kebijakan-kebijakan yang tidak begitu menguntungkan rakyat tentu dapat diminimalisir. Artinya bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak dapat serta merta membuat kebijakan yang tidak pro rakyat karena ada lembaga legislatif yang terus mengawasinya. Begitu pula sebaliknya. Mereka akan saling intip, saling mengawasi yang semuannya harus diarahkan bagi perbaikan Indonesia yang lebih baik. Disinilah peran kita sebagai warga negara bersama elemen masyarakat lainnya untuk mengawal kebijakan tersebut.

Harmonisasi antara kedua kubu tersebut sepertinya sulit untuk kita lihat, kepala negara harus cepat menginstruksikan kepada semua kabinet dan semua elemen pendukungnya untuk bekerja lebih keras lagi dalam mengaahdapi dualisme politik ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline