"Usaha kecil identik dengan makanan". Demikian opini seorang teman, didasarkan pada 10 tahun pengalamannya di salah satu BUMN pembiayaan. Menurutnya, tidak hanya industri kecil, bahkan sebagian besar UMKM yang menjadi klien-nya, bergerak di bidang makanan.
Badan Pusat Statistik (BPS) seolah menyetujui pernyataan tersebut. Data BPS tahun 2020 mencatat dari 4.209.817 jumlah usaha industri mikro dan kecil (IMK) di Indonesia, sebanyak 1.518.924 atau 36% di antaranya menggeluti makanan. Di bawahnya adalah industri kayu dan barang dari gabus, rotan, dan bambu (non-furnitur) dengan jumlah 15% dari total IMK nasional. Menyusul setelah itu adalah usaha di bidang pakaian, barang galian non logam, dan industri pengolahan lainnya, masing-masing di kisaran angka 6%.
Berdasarkan satu survey, usaha di bidang makanan menjadi pilihan mayoritas masyarakat karena pangsa pasar yang jelas, modal yang relatif kecil, serta membutuhkan keahlian yang tidak terlalu rumit.
Tetapi di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, ada UMKM menjalankan usaha di bidang yang tidak lazim bagi kebanyakan UMKM, yaitu pendidikan. Imam Awaludin Safri, pria asal Brebes berusia 41 tahun, memulainya dari niat sederhana: membantu pendidikan masyarakat di daerah sekitar tempat tinggalnya. Sehingga pada Desember 2018 Imam beserta Atiq, sang istri, mendirikan bimbingan belajar Mumtaz Ceria Edukasi (Murika) dengan skala rumahan.
Mulanya hanya sang istri yang bekerja penuh mengelola Murika, Imam sesekali memberikan masukan dan perbaikan manajerial. Selain karena alasan sang istri merupakan sarjana pendidikan, Imam sendiri masih tercatat sebagai sebagai konsultan di salah satu perusahaan di Jakarta.
Ketika pandemi melanda dunia, pekerjaan Imam sebagai konsultan terkena imbas. Tidak ingin kalah oleh keadaan, di tengah situasi pandemi Imam banting setir bekerja penuh membantu istrinya. Pada Januari 2021, mengawali rencana pengembangannya, Murika mulai menggarap program-program unggulan bagi anak didiknya.
Jika kebanyakan bimbingan belajar komersil menyasar pangsa pasar SMA atau lulusan SMA yang mempersiapkan diri ke perguruan tinggi, Murika justru lebih menyasar peserta didik di Sekolah Dasar. Secara ekonomi tidak prospektif, tetapi bagi Murika bukan itu tujuan utamanya.
Program percepatan mahir baca tulis dan bahir berhitung tanpa kalkulator, menjadi dua program unggulan awal bagi siswa-siswi Sekolah Dasar di Brebes. Program tersebut diluncurkan sebagai reaksi menanggapi kekhawatiran ibu-ibu di lingkungan sekitar ketika anak-anak terpaksa belajar di rumah akibat pandemi.
"Anak saya kelas 2 SD, belajar di sekolah saja masih kesulitan baca, tulis, hitung, apalagi harus belajar di rumah" kenang Imam, menceritakan keluhan seorang ibu tetangganya.