Lihat ke Halaman Asli

Irpanudin .

TERVERIFIKASI

suka menulis apa saja

Menakar Kedaulatan TI Bangsa

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari sedikit bermain dengan angka. Misalkan, komputer yang digunakan lembaga pemerintah di pusat dan daerah berjumlah 500.000 komputer. Jika harga Sistem Operasi (OS) ms. Windows adalah sebesar US$ 100 per komputer, maka belanja negara yang dikeluarkan untuk OS adalah sebesar US$ 50 juta atau setara Rp. 500 Milyar.

Sejumlah itu pula penghematan minimum yang dilakukan pemerintah Indonesia jika beralih ke OS terbuka seperti GNU/Linux. Jika menghitung pengguna komputer pribadi dan kalangan swasta yang diperkirakan berjumlah lebih dari 60 juta, nilai paket applikasi, ekosistem Teknologi Informasi (TI) yang bisa dibangun, serta lapangan kerja yang bisa disediakan, penghematan yang dilakukan bisa bernilai ribuan kali lipat.

Menurut situs resmi Linux Foundation di tahun 2008 OS GNU/Linux bernilai US$ 25 milyar, dan terus tumbuh. Server komputer situs-situs utama dunia seperti youtube, facebook dan goggle menggunakan Linux sebagai sistem operasi mereka karena alasan keamanan. Beberapa superkomputer menggunakan Linux karena alasan kehandalan. Sementara negara seperti Afrika Selatan, Brazil, China, Russia, Portugal, dan beberapa negara besar mulai membangun Ekosistem TI berbasis open source untuk kemandirian bangsanya.

Indonesia melakukan sebuah terobosan maju ketika mencanangkan Indonesia Go Open Source (IGOS) di tahun 2004 yang ditandatangani 5 kementerian ( Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Departemen Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Pendidikan Nasional). Tetapi langkah tersebut segera mendapat tantangan nyata saat Microsoft berhasil menjalin kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri tidak lama berselang di tahun 2005. Microsoft dengan cerdik membidik lembaga pendidikan dan menjadikan OS serta aplikasi buatannya sebagai perangkat yang dikenal dan biasa digunakan mahasiswa kita, sehingga saat memasuki dunia kerja mereka telah terbiasa dengan berbagai kemudahan menggunakan ms. Windows.

Langkah Indonesia semakin mundur di tahun 2011 saat Departemen Pendidikan Nasional menandatangani kerjasama dengan Microsoft untuk menjadikan ms. Windows sebagai fondasi dasar pendidikan TI Indonesia. Secara praktis sejak saat itu kurikulum pendidikan, seluruh bahan ajar, buku wajib, dan bahan ujian mata pelajaran TI lebih dari 45 juta pelajar dari 165.000 sekolah dan 4.500 universitas menggunakan ms. Windows sebagai acuan. Keganjilan semakin menyeruak ketika mata pelajaran TIK dihapuskan dari kurikulum 2013.

Padahal anak-anak terbaik bangsa sejak 2004 telah berjuang dan berhasil mengembangkan OS berbasis GNU/Linux. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengembangkan Open Source dengan kode nama IGOS-Nusantara, sedangkan Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI) berhasil mengembangkan BlankOn. Departemen Pendidikan Nasional yang diharapkan membantu usaha kemandirian TI Indonesia melalui kurikulum TI berbasis Open Source justru memberi kemenangan besar kepada Microsoft untuk mengendalikan dunia TI Indonesia.

Negara-negara lain di dunia melihat TI sebagai salah satu pilar kemandirian masa depan. Perusahaan seperti di Apple dan Microsoft, dan Google bertarung memperebutkan hegemoni Operating System bernilai triliunan dollar. Sementara Indonesia seolah menganggap dunia TI bukanlah bagian dari masa depan kedaulatan bangsa dan menyerahkan secara bulat seluruh sistem komputer kepada microsoft.

Di tahun peralihan kepemimpinan 2014, 10 tahun sejak gerakan IGOS bergema, ada banyak harapan kepada wakil-wakil rakyat dan pemimpin terpilih untuk menghidupkan kembali semangat Go Open Source Indonesia. Memang belum ada satu pun partai yang terlihat memiliki visi misi yang kuat di bidang TI, semua masih berkutat di persoalan-persoalan klasik dan populis.

Dunia TI adalah dunia artifisial yang bergerak dinamis dan sangat cepat. Beberapa waktu lalu kita melihat bagaimana raksasa Nokia runtuh, sementara Blackberry menunggu di antrian untuk runtuh karena terlambat merespon perubahan teknologi.

Karena di masa depan hampir segala hal akan terkait TI, dunia TI Indonesia masa depan bukan hanya soal penghematan bernilai ratusan juta dollar, tetapi juga soal kedaulatan. Jika tidak tahun ini TI Indonesia berbasis open source dibangun lagi, negara kita akan tertinggal semakin jauh di bidang TI dan akan semakin rapuh. Pemilu baru saja berlalu, dan kita berharap pergantian kepemimpinan tahun ini memunculkan wakil-wakil rakyat yang memahami pentingnya kedaulatan TI untuk masa depan bangsa. Setidaknya memunculkan orang yang memiliki pengalaman dan visi yang tajam di bidang TI untuk mengelola Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Tulisan ini dimuat di Kompas e-paper (Kompas siang) edisi 27 Mei 2014, pra editing





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline