Sudah hampir satu tahun sekolah daring berlangsung semenjak awal tahun 2020 lalu. Meski sempat ada pemberitaan akan diadakan sekolah tatap muka pada Januari 2021 ini, pemerintah kembali menundanya. Hal ini nggak lain karena meningkatnya jumlah kasus positif di Indonesia.
Semenjak adanya aturan sekolah daring, anak-anak pun kini telah terbiasa dengan teknologi. Terutama telepon genggam. Selain untuk kebutuhan sekolah, mereka juga telah terbiasa bermain atau menonton video dengan menggunakan telepon genggam. Semenjak bangun tidur mereka bisa jadi telah memegang telepon genggam untuk memainkan game atau untuk menonton Youtube channel kesukaan.
Nggak sedikit juga anak-anak yang nggak terpantau orangtua dengan baik menghabiskan waktu di depan layar ponsel lebih lama dari seharusnya. Saat makan mereka asyik dengan tontonan di Youtube. Mau tidur mereka bermain game bersama temannya. Banyak kebiasaan yang telah berubah. Rasa malas pun cenderung bertambah dari hari ke hari.
Kebiasaan yang telah dilakukan hampir satu tahun tersebut terkadang membuat saya bertanya-tanya. Apakah setelah pandemi ini usai, mereka akan menjadi anak yang sama seperti sebelumnya? Apakah mereka tetap bersemangat untuk bertemu dengan teman-temannya? Terutama pada anak-anak sekolah dasar yang menghabiskan banyak waktunya untuk bermain ponsel. Yang notabenenya mereka belum dapat membedakan mana yang baik dan nggak. Yang mereka tahu hanya mereka menyukainya dan mereka akan lakukan.
Saya pernah menanyakan ini kepada seorang anak kelas 5 SD dan 3 SD. Anak yang pertama menjawab ia malas datang ke sekolah tatap muka. Ia sudah terlanjur nyaman dengan kondisi sekolah daring yang membuatnya lebih punya banyak waktu bermain game. Sedangkan anak yang kedua menjawab dengan antusias sangat senang menghadiri sekolah tatap muka.
Hal ini tentunya tergantung dengan kepribadian masing-masing anak. Mereka yang senang bertemu orang akan lebih mudah untuk diarahkan. Lantas, bagaimana dengan anak yang memiliki kepribadian serba tertutup?
Beberapa orangtua yang menyadarinya pun akan berusaha untuk mengantisipasi dampak negatif dari sekolah daring yang berkepanjangan ini. Terutama dalam hal bersosialisasi. Tetapi bagaimana dengan orangtua yang kurang paham akan hal ini? Apakah setelah pandemi usai pihak sekolah akan mampu mengatasinya? Bagaimana peran sekolah dalam hal ini? Apakah para guru akan siap menghadapinya? Ataukah akan ada perubahan kurikulum yang bisa menjadi solusi?
Sudah sepuluh bulan berlalu dan masih belum dapat dipastikan secara jelas sampai kapan wabah ini akan ada di Indonesia. Bagaimana anak-anak akan tumbuh seusai pandemi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H